Tak hanya kursi-meja batu persidangan. Sarkofagus atau kuburan batu para raja huta (kampung) di Tomok  dan Tipang-Baktiraja juga terbuat dari batuan tuff tersebut.  Batu penyusun benteng kampung dan dudukan tiang-tiang rumah adat Batak juga terbuat dari batuan sejenis.
Wisata Batuan Kaldera
Wisata batu-batuan sebenarnya bukan hal yang aneh. Â Bukan juga hal baru. Â Stonehenge di Inggris misalnya adalah obyek wisata populer. Â Bukit batuan karst di Ha Long Bay di Vietnam juga terkenal. Uluru atau Ayers Rock, bukit batu di Australia juga sangat terkenal sebagai obyek wisata.
Di Indonesia juga ada obyek wisata batu-batuan. Â Semisal batu-batu menhir di Toraja, batu layar di Pangandaran dan Ambon, dan bukit karst di Maros Sulawesi. Â
Bahkan di Kaldera Toba juga ada wisata batu yang pupuler. Â Semisal Batu Gantung Sibaganding, Batu Marompa di Tamba Dolok Samosir, Batu Maranak di Tipang, Baktiraja, dan Batu Guru Pangaloan di pantai Nainggolsn, Samosir. Â Semua itu batuan yang tersingkap atau terbentuk pasca-letusan Gunung Toba.
Salah satu rekomendasi UNESCO untuk program aksi Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (BPGKT), sebagai salah satu langkah agar terbebas dari  "kartu kuning", adalah penetapan empat obyek batuan yang tersingkap atau terbentuk akibat empat kali letusan Gunung Toba.  Empat obyek itu dimaksudkan sebagai obyek geo-wisata Kaldera Toba.  Dengan membaca keterangan batuan itu, pengunjung bisa belajar sejarah geologis pembentukan Kaldera Toba dan bahkan sejarah bumi.
Penjelasan kepada warga setempat tentang nilai geologis dari batuan sekitar kaldera juga penting. Â Sekarang ini marak kegiatan Galian C, penambangan batuan di sekitar kaldera untuk keperluan bahan bangunan dan jalan raya. Â Itu memang kegiatan ekonomi rakyat. Â Tapi perlu pengendalian dan pengawasan. Â Jangan sampai batuan yang mengandung nilai informasi geologis penting berakhir menjadi fondasi rumah atau fondasi jalan raya.
Dua pihak bisa menjadi tumpuan harapan untuk melestarikan batuan dan menjadikannya obyek wisata geologi. BPGKT dan BPODT (Badan Pengelola Otorita Danau Toba). Â Keduanya memang punya orientasi yang berbeda: Â BPGKT berorientasi konservasi dan ekonomi rakyat, BPODT berorientasi investasi ekonomi wisata dan bisnis korporasi. Tapi itu bukan alasan bagi keduanya untuk tak bisa bersinergi menjadikan batuan Kaldera Toba bercerita kepada para wisatawan. (eFTe)
Catatan Kaki:
[1] "Master Plan Geopark Kaldera Toba 2018-2030" (unofficial), BP-GKT, 2018.
[2] "Toba Caldera Geopark North Sumatra Indonesia: An Application Dossier for UNESCO Global Geopark", Tim Pengusulan GKT (tanpa tahun).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H