Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala Dunia U-17: Kaledonia Baru Bangga Walau Kalah Spektakuler

15 November 2023   07:50 Diperbarui: 15 November 2023   12:17 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mentalitas Kaledonia Baru: Sekecil apapun peluang menang, hal itu bukan alasan kalah." -Felix Tani

Simak kata-kata kapten Kaledonia Baru U-17, Jythrim Upa merespon kekalahan 0-9 dari Brasil:

"... kami bangga bisa bermain lagi di piala dunia. Ini penampilan kedua kami sejak debut tahun 2017. Menurut saya, kehadiran kami di sini sangat positif untuk perkembangan sepak bola Kaledonia Baru."[1]

Sebelumnya Kaledonia Baru, wakil dari Oseania bersama Selandia Baru, telah digunduli 0-10 oleh Inggris di laga Grup C. Kalau Brasil diibaratkan telah membotakinya, maka Iran mungkin akan mengulitinya nanti.

Memang timpang. Di Grup C itu Kaledonia Baru ibarat pelanduk masuk sarang gajah.

Walau begitu para pemain dan pelatih Kaledonia Baru itu santuy saja. Pelatih utama Leonardo Lopez bahkan enteng saja menanggapi kekalahan timnya:

"Memang hasil yang sangat buruk, jumlah [kebobolan] terlalu banyak bagi sepak bola kami dan di sepak bola modern." [2]

Ya, mengapa pula harus diratapi. Terima saja faktanya. Inggris dan Brasil menang spektakuler dan itu artinya Kaledonia Baru juga kalah spektakuler.

Inggris, Brasil, dan Iran itu terbilang tim-tim papan atas. Kalah dari mereka adalah sebuah kebanggaan belajar. Seperti kekalahan Timnas Indonesia 0-2 dari Timnas Argentina juga dibangga-banggakan, bukan?

Tapi bangga dan sedih itu dua hal beda, ya. Anak-anak Kaledonia Baru itu tetap sedih. Ekspresi memelas kipernya, Nicolas Kutran mewakili kesedihan tim anak-anak remaja itu. 

"Jadi kiper kok gini amat, ya." Mungkin begitu keluhnya karena harus memungut 19 kali bola yang bersarang di gawangnya.

Jangan dipikir anak-anak Kaledonia baru itu gak punya perasaan.

Ah, sedihmu jangan berlarut-larut Kutran. Banjir gol ke gawangmu itu bukan sepenuhnya kesalahanmu. Tapi juga kesalahan lini pertahanan yang membiarkan terlalu banyak ruang tembak untuk pemain-pemain lawan.

Jangan lupakan pula fakta. Gawang Kutran memang kebobolan 19 kali. Inggris menembak tepat ke gawang  Kutran 19 kali dan Brasil 23 kali, total 42 kali. Menjadi gol 19 kali, berarti Kutran berhasil menyelamatkan gawangnya 23 kali (55%).

Pikirlah pula soal 42 kali tembakan tepat ke gawang dalam dua kali laga. Itu sih bukan menunjukkan kelemahan kiper lagi. Tapi kelemahan lini pertahanan.

Kiper itu menjaga gawang, agar tak kebobolan. Tugas pemain bertahan menghadang lawan, agar tak leluasa menembakkan bola ke gawang. 

Lepas dari kekalahan spektakuler itu, anak-anak Kaledonia Baru memang layak diapresiasi. Aku menyaksikan di tipi bagaimana Brasil menghujani gawang Kaledonia Baru dengan 9 gol. Mungkin ada yang menganggap Brasil lebay, tapi jelas mereka sportif. Target sepakbola itu, ya, menjaringkan bola ke gawang lawan sebanyak mungkin secara sah. Itu yang dilakukan Brasil dan itu pula yang dipahami Kaledonia Baru.

Apakah anak-anak Kaledonia Baru itu kena mental? No way! Mereka memang Gen Z, tapi jelas bukan Kaum Stroberi yang cerlang tapi gampang terluka, ngambegan. Kesenggol dikit langsung menggelepar-gelepar, macam pelanduk keinjek gajah. 

Aku saksikan di tipi, betapa pemain-pemain Kaledonia Baru itu pantang menyerah. Tidak down, tidak panik, dan tidak jadi kasar. Mereka konsisten bertahan secara spartan dan menyerang jika ada peluang. 

Kapten Upa berkata:

"Memang sayang sekali melihat hasil pertandingan. Kami sudah mencoba menekan terus-menerus. Tapi begitulah hasilnya." [3]

Itu soal mentalitas dan persepsi. Anak-anak Kaledonia Baru itu mempersepsikan diri menekan anak-anak Brasil. Walau faktanya penguasaan bolanya cuma 22% dan hanya 1 tembakan tepat ke gawang.

Persepsi, itu koentji. Kalau pemain mempersepsikan diri sebagai kasta rendahan, maka lawan siapapun pasti kalah. Itu mentalitas pecundang.

Sebaliknya jika pemain mempersepsikan diri sebagai kasta tinggi, maka semua lawan akan dihadapi dengan pride tinggi. Itulah mentalitas pemenang. 

Dan itulah Kaledonia Baru U-17. Mereka bermental pemenang, karena mempersepsikan diri kasta tinggi. Bagi mereka sekecil apapun peluang memenangi laga, hal itu bukan alasan untuk kalah.

Mimpi? Tidak juga. Kaledonia Baru lolos ke Piala Dunia U-17 lewat jalur kompetisi kualifikasi. Sama seperti Selandia Baru, wakil Oseania lainnya, yang juga masih terpuruk di dasar klasemen Grup F.

Ini juga kali kedua Kaledonia Baru lolos ke putaran grup Piala Dunia U-17. Tahun 2017 mereka sudah ikutan di India. Jadi gak kaleng-kaleng juga, sih.

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kiprah Kaledonia Baru U-17 itu?

Khusus untuk Indonesia U-17, yang ikutan Piala Dunia berkat tiket tuan rumah, teladanilah mentalitas dan persepsi diri anak-anak Kaledonia Baru. Persepsikan diri sebagai kelas dunia dan bermainlah dengan mentalitas pemenang.

Bravo Kaledonia Baru, viva Indonesia! (eFTe)

Catatan Kaki:

[1] "Kata-kata Kapten Kaledonia Baru U-17 Usai Dibantai Brasil", CNN Indonesia
Rabu, 15 Nov 2023 01:19 WIB.

[2] Idem.

[3] Idem.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun