Pangkal "kartu kuning" UNESCO untuk Geopark Kaldera Toba (GKT) adalah kegagalan organisasi dan ketiadaan rencana kerja definitif.Â
Tentang kegagalan organisasi, dalam hal ini Badan Pengelola GKT (BP-GKT) sudah saya ulas sebelum ini. (Lihat: "Agar Geopark Kaldera Toba Tak Kena Kartu Merah", Kompasiana.com, o2/11/2023). Â
Inti masalahnya, kinerja BP-GKT jauh dari optimal. Sebabnya organisasi itu tak otonom dan tak kapabel. Lantas personalianya juga kurang kompeten dan tak profesional.Â
Solusinya, ya, reorganisasi.
Lalu, soal ketiadaan rencana kerja definitif BP-GKT. Hal itu baru saya ketahui setelah mempelajari GKT lebih dalam. Itu sangat fatal. Mustahil bisa bekerja efisien dan efektif.
Jelas sudah masalahnya. Â Di satu sisi organisasi mandul, di sisi lain rencana program kerja nihil. Â Jadi, ya, begitulah. Â Tak ada aksi pengembangan GKT yang signifikan sepanjang tahun 2020-2023.
Karena itu, setelah mengusulkan reorganisasi BP-GKT, di sini saya hendak mengusulkan pula suatu paradigma, landasan pikir penyusunan rencana program kerja BP-GKT ke depan.
Kenapa paradigma? Karena itulah yang "hilang" dari pembangunan Geopark Kaldera Toba selama ini.