Kesalahan pada tagline itu disusul dengan sejumlah ketakbenaran pada frasa perkenalan di beranda sebagai berikut:
"Geopark (Taman Bumi) merupakan suatu konsep yang menjemen pengembangan kawasan secara berkelanjutan yang memadu serasikan tiga keragaman alam yaitu keragaman geologi (geodiversity), keragaman hayati (biodiversity), dan keragaman budaya (keanekaragaman budaya) yang bertujuan untuk pembangunan serta pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada asas perlindungan (konservasi) terhadap ketiga abuan ini." (garis bawah dari saya)
Frasa itu mestinya definisi geopark. Sayangnya definisi itu menjadi kacau sejak dikatakan "Geopark ... merupakan suatu konsep yang menejemen pengembangan kawasan ...." Geopark itu memang konsep. Tapi suatu konsep kan mustahil dimanajemeni.Â
Padahal definisi UNESCO sangat simpel. Geopark adalah kesatuan tunggal wilayah geografis, mencakup sejumlah situs dan bentang alam, yang dikelola secara holistik -- mencakup diversitas geologi, hayati, dan budaya -- dalam rangka konservasi, edukasi, dan pembangunan berkelanjutan.[1]
Tambah pusing karena "definisi" geopark versi GKT mengandung sejumlah inkonsistensi dan kesalahan tata bahasa. Frasa "tiga keragaman alam" harusnya dihilangkan saja, sebab keragaman budaya bukan alami (inkonsisten). Lalu ada kata "menejemen" (harusnya: manajemen), memadu serasikan (harusnya: memadu-serasikan), dan "abuan" (apa ini?).
Ketakbenaran pada frasa-frasa pertama di beranda atau halaman muka website adalah pertanda bahwa kesalahan serupa bakal mewarnai seluruh isi website. Itu dugaanku dan memang demikian adanya.
Saya berikan satu contoh saja dari begitu banyak "ketakbaikan dan ketakbenaran bahasa" di  website GKT.  Teks narasi pembentukan "batu gantung" di Geosite Parapat-Sibaganding tertulis sebagai berikut:
"Namun dari aspek Geologi Panorama bentang alam satuan batugamping Formasi Sibaganding yang berumur Mesozoik ( 250 juta ) tahun yang lalu, terletak di tepi timur Danau Toba tepatnya pada ruas jalan lintas Parapat – Medan,tersusun oleh batugamping packstone, glokonitik grainstone, perselingan batulumpur - batupasir dan konglomerat (kiri) dan aspek karstifikasi dari batugamping yang teramati dari arah Danau Toba, yang dikenal sebagai 'batu gantung' (kanan)." (garis bawah dari saya)
Terus terang, sebagai orang awam, saya cukup lelah membaca teks naratif di atas dan agak kesulitan menangkap maknanya.Â
Teks itu bermasalah sekurangnya dalam empat hal:
- Panjang kalimat: Narasi pembentukan "batu gantung" itu berupa satu kalimat kompleks yang teramat panjang. Idealnya satu kalimat itu dielaborasi menjadi satu paragaf dengan satu kalimat pokok dan sejumlah kalimat penjelas.
- Tata bahasa: Kalimat terlalu kompleks sehingga tak mudah menangkap mana subyek, predikat, obyek, dan keterangan dalam kalimat itu. Karena itu juga sulit menangkap ide pokoknya.
- Istilah teknis: Kalimat naratif itu menggunakan banyak istilah teknis geologi yang sulit atau bahkan tidak saya pahami. Semisal packstone, glokonitik grainstone, konglomerat, dan karstifikasi. Hanya para geolog dan ahli ilmu tanah (soil science) yang paham istilah-istilah teknis ilmiah itu.
- Ejaan: Terdapat penggunaan huruf kapital yang tak seharusnya (Geologi Panorama), frasa redundan (... tahun yang lalu ...), penyatuan dua kata yang mestinya terpisah (batugamping, batulumpur, batupasir), dan ketiadaan spasi di belakang tanda baca "koma" (... Medan,tersusun ...). Kesalahan ejaan (EYD) semacam itu mengurangi kenyamanan membaca.
Saya tak hendak menambah contoh. Sebab masalahnya sama pada keseluruhan teks dalam website GKT: Bahasa Indonesia yang takbaik dan takbenar.
Satu hal mesti diingat. Website GKT itu untuk konsumsi umum. Bukan untuk para ahli, semisal para geolog. Karena itu penggunaan terlalu banyak istilah-istilah teknis ilmiah adalah kesalahan fatal.
Jika harus menilai aspek kebahasaan website GKT, maka ia bisa diibaratkan naskah skripsi yang bahasanya masih kacau-balau. Perlu penyuntingan serius. Jika tidak, maka taklayak diuji.