BP-GKT memang kurang representatif jika dinilai dari segi kapabilitas (delivery capacity) dan profesionalitas (etos dan keahlian kerja). Hal itu disebabkan tiga hal.
Pertama, BP-GKT bukan sebuah organisasi otonom, tapi lebih sebagai organ fungsional yang ditempelkan ke instansi pemerintah daerah yaitu Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Budparekraf) Sumatera Utara (Sumut).Â
Karena itu Ketua Umum BP-GKT dijabat secara ex-officio oleh Kepala Dinas Budparekraf. Ketua  Harian dijabat secara ex-officio dijabat Bupati Samosir (Periode 2020-2025). Ketua Umum, Ketua Harian dan jabatan-jabatan lainnya pada BP-GKT ditetapkan dengan SK Gubernur berdasar Pergub Sumut. [5]
Kedua, karena ditetapkan melalui mekanisme penunjukan, dan ketuanya adalah ex-officio, maka tak ada jaminan bahwa ketua-ketua dan pengurus Pada BP-GKT memiliki kompetensi dan profesionalitas di bidang manajemen geopark.Â
Selain itu bagi Ketua Umum dan Ketua Harian, jabatan di BP-GKT bersifat penugasan sampingan. Sudah pasti mereka fokus pada jabatan intinya (kadis dan bupati).
Ketiga, kapabilitas BP-GKT, khususnya kemampuan pelaksanaan program (delivery capacity) tidak optimal terutama karena keterbatasan dana. Dalam Pergub disebutkan sumber pendanaan adalah APBD Tingkat I dan Tingkat II. Tapi mekanisme alokasi dana tak jelas dan realisasinya tak optimal.
Bagaimanapun, implementasi rekomendasi UNESCO harus diawali dengan reorganisasi BP-GKT. Â Organisasi baru BP-GKT Â harus otonom serta kapabel dan profesional di bidang manajemen geopark.Â
Jika tidak, maka pengelolaan GKT tidak akan mengalami kemajuan. Sehingga "kartu merah" akan dijatuhkan tahun 2014.
Untuk mencegah hal itu terjadi, reorganisasi BP-GKT disarankan sebagai berikut.
Pertama, tanggung-jawab pengelolaan dan pengembangan GKT dipindahkan dari Pemprov Sumut ke suatu Konsorsium GKT yang diketuai Pemerintah Pusat, dalam hal ini bisa Kementerian Parekraf. Mungkin perlu Kepres sebagai dasar hukumnya.
Anggota konsorsium adalah instansi pemerintah pusat terkait (K-BUMN, K-Investasi, BRIN) dan pemerintah daerah terkait (Pemprov Sumut dan Pemda 7 kabupaten lingkar Kaldera Toba).