Menjadi terkenal atau tak terkenal dengan demikian adalah pilihan bagi kompasianer. Itu bukan takdir. Tapi sesuatu yang bisa diupayakan sendiri.
***
Aku sendiri, seorang kompasianer yang aktif menulis sejak 2014 atau selama 9 tahun, tergolong penulis tak terkenal. Padahal aku sudah menulis  total 1,921 tulisan. Rata-rata 213 tulisan per tahun. Atau 4 tulisan per minggu.
Jumlah total views untuk 1,921 judul tulisanku selama 9 tahun adalah 2,026,869. Itu artinya rata-rata 1,055 vews per tulisan.Â
Hebat? Jangan tertipu oleh angka-angka. Keterbacaan yang tinggi itu adalah akumulasi sejak 2014 sampai 2023. Â Jadi angka 1,055 views tadi menunjuk pada keterbacaan suatu tulisan selama 9 tahun. Artinya sebuah tulisan menjaring rata-rata 117 vews per tahunnya.
Jika satu tulisan diandaikan satu buku yang diterbitkan, maka itu berarti omset penjualan buku itu hanya 1,055 eksemplar selama 9 tahun. Omset buku best seller yang membuat penulisnya terkenal minimal 50,000 eksemplar dalam waktu sekitar 3 tahun.Â
Tentu pengandaian di atas tak tepat-tepat amat. Tapi itu setidaknya dapat memberi gambaran mengapa aku tak bisa menjadi penulis terkenal di Kompasiana.Â
Tapi, seperti kukatakan tadi, itu sejatinya adalah pilihan. Aku sebenarnya sejak awal telah memilih untuk  tak terkenal di Kompasiana.
Aku katakan begitu sebab dari awal memang telah kuniatkan menulis hal-hal yang bukan selera khalayak luas.Â
Ada dua pertimbangan yang mendasari pilihan itu.
Pertama, topik yang menjadi selera khalayak menurut pengamatanku lebih pada isu-isu kekinian yang bersifat seketika. Seringkali juga dangkal. Semisal soal pilpres, pilgub, ujaran pejabat, fitnah oposan, dan polah selebriti. Itu adalah isu yang dengan cepat hilang "terbawa angin".