Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Apakah Klub Liga Jepang Rasis terhadap Pemain Indonesia?

4 Oktober 2023   08:02 Diperbarui: 4 Oktober 2023   15:32 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir dua tahun dikontrak Tokyo Verdy, klub Liga 2 Jepang (J2 League), Pratama Arhan baru dua kali bermain sebagai pengganti. Masing-masing sekali tahun 2022 dan 2023. Yang terakhir ini dia hanya bermain 10 menit. Selebihnya duduk manis di bangku cadangan.

Karena itu Ben Griffis, pengamat sepakbola Australia, baru-baru ini mengatakan Tokyo Verdy mengontrak Pratama hanya untuk gimmik pemasaran. Khususnya lewat media sosial. Paling tidak, dengan merekrut Pratama gratisan dari PSIS Semarang, akun medsos Tokyo Verdy akan dibanjiri netizen +62. 

Pratama bukan pemain Indonesia yang pertama merumput di Liga Jepang. Yang paling awal adalah Ricky Yacobi. Dia dikontrak Gamba Osaka (nama baru Matsushita Electric FC) tahun 1988. Main hanya enam kali dan menyumbang satu gol. Dia kesulitan beradaptasi dengan iklim dingin Jepang.

Setelah Ricky ada Irfan Bachdim. Dia dikontrak Ventrofet Kofu (J1 League) tahun 2014. Hanya main 2 kali tanpa kontribusi gol maupun assist. Tahun 2015 dia pindah ke Consadole Sapporo (J2 League). Dia main 10 kali di klub ini dengan kontribusi 1 assist.

Ada juga Stefano Lilipaly. Dia dikontrak Ventrofet Kofu juga tahun 2014. Dia hanya bermain dua kali dalam satu musim di klub itu. Setelah itu dia pindah ke SC Telstar Belanda. 

Sebenarnya Andik Vermansyah juga sempat hendak dikontrak Ventrofet Kofu. Sudah ikut trial tahun 2013. Tapi dia kemudian memilih bermain di Selangor FA. Alasannya Malaysia lebih dekat dan gajinya sama.

Kalau menilik minimnya menit bermain pesepakbola Indonesia, khususnya warga asli seperti Pratama dan Ricky, wajar kalau muncul pertanyaan apakah klub-klub liga Jepang rasis? 

Bandingkan dengan Asnawi Mangkualam di Ansan Greeners, Liga 2 Korea Selatan. Sejak bergabung tahun 2021 sampai 2022, Asnawi sudah tampil 40 kali membela klubnya dengan torehan 2 gol dan 2 assist. Tahun ini (2023) di Jeonam Dragon, klub barunya, dia sudah bermain 22 kali dengan torehan 2 assist. Ingat, kualitas Asnawi dan Pratama itu, sebagai bek, kurang-lebih setara, lho.

Marselino Ferdinan, gelandang Timnas Indonesia yang direkrut KMSK Deinze Belgia, masih terbilang lumayan juga. Musim lalu (2022/2023) dia bermain 4 kali sebagai pengganti dengan torehan 1 gol. Musim ini dia belum mendapat menit bermain.

Barangkali unsur rasis dalam pengertian mengutaman pemain domestik mungkin ada di Jepang. Terlebih mengingat cetak biru sepakbola Jepang  100 tahun. Klub-klub negara ini pasti diarahkan untuk mengutamakan pemain Jepang asli, ketimbang pemain asing. 

Itu satu sisi dan sebenarnya wajar terjadi di tiap negara. Kecuali mungkin di Indonesia yang cenderung mendewakan pemain asing ketimbang domestik.

Faktor lain yang lebih penting mungkin adalah kelas sepakbola Jepang yang jauh di atas Indonesia. Jepang itu macan Asia yang sudah langganan masuk laga Piala Dunia. Karena itu bisa disimpulkan secara rata-rata kualitas pemain Jepang berada di atas rata-rata pemain Indonesia.

Karena itu wajarlah jika peluang Pratama untuk dimainkan, apalagi sebagai starter, menjadi kecil. Faktanya dia hanya bermain dua kali sebagai pengganti. Untung ada "hiburan", sempat dimainkan tiga kali di Piala Emperor.

Hal serupa juga sebenarnya dialami Marselino. Kualitas pemain Eropah jauh di atas Indonesia. Wajar kalau kesempatan bermain untuk Marselino juga terbatas. Untungnya Marselino menyadari hal itu. Dia tahu pemain Asia harus berjuang lebih keras untuk bisa diperhitungkan di klub-klub Liga Eropah.

Kabar terakhir, Januari 2024 Pratama kemungkinan pindah ke klub Liga 1 Korea, Suwon FC. Yah, mudah-mudahan itu terjadi dan, seperti Asnawi, mudah-mudahan juga Pratama mendapat menit bermain yang lebih banyak. Tidak sekadar gimmik pemasaran lagi.

Sayang sekali kalau pemain-pemain berbakat Indonesia cuma jadi "bintang medsos" klub-klub kelas 2 di Jepang, Korea, dan Eropah. Cukup sudah Eggy Maulana dan Witan Sulaeman yang mengalaminya di Slovakia. 

Baiklah jika PSSI dan klub-klub Indonesia menaruh perhatian serius akan soal ini. Jangan sampai pemain-oemainberbakat kita ditransfer ke klub luar negeri hanya untuk pajangan. Pulang-pulang malah jadi rusak mereka. (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun