Jangan dipandang remeh, justru profesi tukang goreng pisang itu adalah koentji. Dalam pidato pertamanya sebagai Ketum PSI, Kaesang bilang dia dan jajaran PSI akan membawa PSI sampai ke desa-desa, tak hanya di kota-kota saja. Sejauh ini PSI memang terkesan partai "anak kota". Spesifik lagi "anak Jakarta". Lebih spesifik lagi "anak Jaksel".
Pertanyaannya: Dengan cara bagaimana Kaesang serta bro n sis-nya akan membawa,PSI sampai ke desa-desa di pelosok?
Begini. Sekarang ini kan era ekonomi kreatif. Kaesang itu pelaku ekonomi kreatif. Tukang goreng pisang dengan jenama "Sang Pisang". Lewat penerapan digital marketing, sejak 2017 pisang gorengnya sudah hadir di 25 kota lewat 73 outlet, memikat lidah warga Indonesia tanpa pandang umur, gender, suku, ras, agama, profesi, dan kelas sosial. Kaesang telah menjadikan pisang goreng sebagai jajanan ringan berkelas, disuka semua orang.
Waspadalah parpol-parpol tua yang disetir para politisi tua yang tunadigital dan kuno. Ketum Kaesang dan jajaran PSI sudah mulai masuk ke dalam era politik kreatif. Mereka punya modal untuk itu. Mereka adalah generasi melek digital, percaya diri, kreatif, ingin tahu, dan selalu mempertanyakan ororitas.
Dengan strategi politik kreatif itu di tangan mereka isu-isu politik, khususnya kebajikan (anti-korupsi), keragaman (pro-toleransi), dan solidaritas (Trilogi PSI) akan diolah menjadi "pisang goreng" dan dipasarkan secara digital ke depan mata para pemilih. Persis model ekonomi kreatif.
PSI akan dijalankan layaknya sebuah startup politik yang mampu melakukan penetrasi isu-isu politik sampai ke kamar tidur pemilih. Di bawah kepemimpinan Kaesang penetrasi itu akan dilakukan PSI dengan modus politik move on. Move on dari "politik negatif" ala partai-partai tua. Move on ke partai anak muda untuk melakoni politik seasyik main medsos.
"Politik itu keren dan asyik, anak muda!" Kira-kira begitu pesan Kaesang. Dan itu dibuktikannya dengan diksi dan gaya bahasa pidato yang YZ banget. Jauh beda dari diksi dan gaya bahasa pidato AHY, Puan, dan Prananda yang Baby Boomers banget. Membuat pendengar lelah dan bosan.
Dengan model politik kreatif itu, tak mustahil PSI dalam Pemilu 2014 nanti akan mendisrupsi partai-partai tua. Partai-partai yang pengalaman politiknya segunung, tapi bias pada cara pikir dan kepentingan Generasi Baby Boomers dan Generasi X.
Mungkin sadar PSI adalah ancaman, para politisi tua dan simpatisan partai tua kemudian berusaha memberi citra negatif pada PSI. Mereka mengecam PSI sebagai partai yang inkonsisten. Sebab partai itu katanya berjanji mengedepankan meritokrasi. Nyatanya, dengan memilih Kaesang sebagai ketum, PSI justru anti-meritokrasi. Tidak berbasis kinerja, tapi kelas sosial dan kekayaan.
Hei, tolong buka pikiran sedikit. Minggu-minggu menjelang Pilpres dan Pileg 2024 itu bukan masa normal. Meritokrasi itu bisa berlaku dengan baik di masa normal. Sekarang bukan masa normal, sehingga diperlukan terobosan strategis.
Pemilihan Kaesang debagai Ketum PSI itu adalah terobosan strategis. Kaesang populer di kalangan generasi Y dan Z. Dia punya modal politik yang besar yaitu akses kepada presiden dan, karena itu, juga punyamodal jaringan politik yang luas. Itu yang diperlukan sekarang.