Di gerbang Gua Maria Bukit Kanada Rangkasbitung, tanah Lebak yang dulu ditangisi Multatuli. Pada sebuah pagi yang cerah, beratap langit biru di atas tajuk hijau ringin-ringin tua.Â
Sepasang anjing berbulu coklat bangkit dari rebahnya, menyambutku tanpa gonggongan. Kepalanya terangkat, mulut terbuka seakan tertawa, ekor naik bergoyang-goyang; adab keramahan khas anjing setia, asih dan peduli pada manusia pendosa, tanpa wasangka.
Mereka berlari-lari kecil di sampingku, mengantarku hingga ke pelataran doa. Laku tanggung-jawab penuh, seakan mereka kuatir langkahku akan tersesat, masuk hutan di atas bukit dan tak bisa temukan jalan pulang.
Di ujung Doa Rosario, devosiku pada Bunda Maria, aku teringat pada sepasang anjing budiman itu. Sungguh iri hatiku sebab tak bisa sebaik mereka.Â
Ya Tuhanku, mengapa Engkau tak mengajariku berbuat bajik seperti anjing-anjing itu, sehingga aku tak perlu menjadi bajingan Homo homini lupus seperti ini. Doaku menggugat Tuhan (eFTe)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H