Terang tanah telah tiba selepas kokok terakhir tiga ekor ayam jago di kampungku.Â
Waktunya para arwah pulang ke pusaranya. Tidur dari fajar menyingsing hingga senja menjelang.Â
Aku berdiri sendiri di jalan kampung bersimpang dua. Ke kanan menuju gereja, ke kiri menuju pekuburan.
Di hadapanku bergegas dalam barisan sejumlah orang. Tua-muda, laki-perempuan. Tak kukenal seorangpun. Semua belok ke kiri di simpsng jalan.
Ah, ada dua orang terakhir di ujung barisan. Kukenal teramat intim. Dia kakekku, sedang menuntun diriku.Â
Di simpang jalan itu kakekku dan diriku berhenti. Kakek menatapku penuh kasih. Air matanya menggenang.
"Pulanglah, cucuku. Belum waktumu menyimpang ke kiri."Â
Kakek melepas diriku dari genggamannya. Mendorong lembut bahuku. Lalu diriku masuk menyatu ke dalam ragaku.
Kakek tersenyum. Dia melangkah pasti belok ke kiri.
Aku belok ke kanan. Kurasakan ada tetes-tetes cairan hangat membasahi wajahku.Â