Pertama kali menyaksikan lomba balap karung, aku tergelak-gelak dibuatnya. Geli benar melihat pesertanya, anak-anak SD, jatuh-bangun dan  terguling-guling di dalam karung. Pikirku, "Kocak kalilah otak orang Batak pencipta permainan ini."
Itu kejadian tahun 1977 Â di kota kecil Porsea, Toba. Waktu itu, 17 Agustus, Â aku sedang mengikuti perayaan ulang tahun kemerdekaan bangsa dan negara kita.Â
Tiga tahun kemudian, aku menyaksikan lomba serupa di Bogor. Masih dalam rangka perayaan ulang tahun kemerdekaan. Juga kusaksikan di siaran TVRI, lomba itu dimainkan di berbagai penjuru tanah air. "Bah," pikirku, "balap karung ternyata bukan diciptakan orang Batak."
Sejak itu tak pernah kupikirkan lagi asal-usul lomba balap karung itu. Sampai kemarin, ketika aku iseng berselancar di internet baca-baca aneka jenis lomba Agustusan di negeri yang sarat gelak-tawa ini. Saat mataku tetiba tertumbuk pada foto-foto hitam putih lomba balap karung dimainkan orang-orang bule.
"Lho," pikirku, "dari mana sih balap karung ini berasal?"
Tring! Intuisi riset kualitatifku langsung kambuh. "Mesti telusur dokumen, nih " pikirku.Â
Lokasi dokumen termudah di jangkau, ya, internetlah. Lewat aplikasi google, aku langsung berselancar dan menyelami dokumen, artikel-artikel dan foto-foto, terkait balap karung.
Hasilnya mengejutkanku. Ternyata balap karung itu "mainan impor", bukan asli Indonesia. Tapi sangat merakyat di Indonesia, terutama sejak penyerahan kedaulatan.
***
Di laman dinaskebudayaan.jakarta.go.id, tentang balap karung tertulis begini:
"... permainan ini dikenal di daerah Kebayoran Baru Jakarta Selatan, tepatnya di Kelurahan Rawa Barat. Sejak jaman penjajahan Belanda, permainan ini sudah ada tapi tidak diketahui persis siapa penciptanya dan kapan. Dulu, permainan ini dimainkan anak-anak usia 6-12 tahun, sebelum akhirnya orang dewasa ikut serta ...."