Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Balap Karung, Mainan Impor yang Merakyat di Indonesia

7 Agustus 2023   17:06 Diperbarui: 9 Agustus 2023   06:11 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lomba balap karung pasukan KNIL di Bandung pada 23 April 1948 (Foto:  nationaalarchief.nl via indonesia-zaman-doeloe.blogspot.com)

Pertama kali menyaksikan lomba balap karung, aku tergelak-gelak dibuatnya. Geli benar melihat pesertanya, anak-anak SD, jatuh-bangun dan  terguling-guling di dalam karung. Pikirku, "Kocak kalilah otak orang Batak pencipta permainan ini."

Itu kejadian tahun 1977  di kota kecil Porsea, Toba. Waktu itu, 17 Agustus,  aku sedang mengikuti perayaan ulang tahun kemerdekaan bangsa dan negara kita. 

Tiga tahun kemudian, aku menyaksikan lomba serupa di Bogor. Masih dalam rangka perayaan ulang tahun kemerdekaan. Juga kusaksikan di siaran TVRI, lomba itu dimainkan di berbagai penjuru tanah air. "Bah," pikirku, "balap karung ternyata bukan diciptakan orang Batak."

Sejak itu tak pernah kupikirkan lagi asal-usul lomba balap karung itu. Sampai kemarin, ketika aku iseng berselancar di internet baca-baca aneka jenis lomba Agustusan di negeri yang sarat gelak-tawa ini. Saat mataku tetiba tertumbuk pada foto-foto hitam putih lomba balap karung dimainkan orang-orang bule.

"Lho," pikirku, "dari mana sih balap karung ini berasal?"

Tring! Intuisi riset kualitatifku langsung kambuh. "Mesti telusur dokumen, nih " pikirku. 

Lokasi dokumen termudah di jangkau, ya, internetlah. Lewat aplikasi google, aku langsung berselancar dan menyelami dokumen, artikel-artikel dan foto-foto, terkait balap karung.

Hasilnya mengejutkanku. Ternyata balap karung itu "mainan impor", bukan asli Indonesia. Tapi sangat merakyat di Indonesia, terutama sejak penyerahan kedaulatan.

***

Di laman dinaskebudayaan.jakarta.go.id, tentang balap karung tertulis begini:

"... permainan ini dikenal di daerah Kebayoran Baru Jakarta Selatan, tepatnya di Kelurahan Rawa Barat. Sejak jaman penjajahan Belanda, permainan ini sudah ada tapi tidak diketahui persis siapa penciptanya dan kapan. Dulu, permainan ini dimainkan anak-anak usia 6-12 tahun, sebelum akhirnya orang dewasa ikut serta ...."

Teks di atas kemudian dikutip berbagai media massa daring tentang asal-usul permainan balap karung di Indonesia.

Kesannya, balap karung itu lahir di Rawa Barat Jakarta pada jaman Belanda. Benarkah demikian?

Di Eropa dan Amerika balap karung dikenal dengan nama potato sack race, balap karung kentang. Dari namanya bisa diduga permainan ini bermula dari masyarakat petani kentang di Eropa/Amerika.

Konon bermula di penghujung abad ke-18. Petani kentang bersuka-ria dengan cara masuk ke dalam karung kentang kosong lalu lompat-lompat berkejaran. Jadilah balap karung yang semakin populer memasuki abad ke-19. Permainan itu digelar dalam berbagai acara perayaan di sekolah, temu keluarga,  temu komunitas, dan temu wilayah. 

Memasuki akhir abad ke-19, balap karung itu dianggap sebagai olahraga high impact -- menggunakan hentakan tubuh -- yang serius. Beberapa universitas di Eropa dan Amerika bahkan punya tim balap karung. Lomba ini bahkan sempat ditampilkan pada ajang Olimpiade Musim Panas 1904 di St. Louis, Missouri AS. (Baca: "Sack Race", termpaperwarehouse.com).

Sejauh pencarian, dokumen tertua balap karung yang bisa kutemukan adalah foto tahun 1907. Foto itu menampilkan sejumlah pelajar Perkins School for the Blind di Watertown, Middlesex County Massachusetts sedang bersiap balap karung. Karena tunanetra, mereka harus berpegangan pada tali sebagai penuntun jalur balapan. (Lihat foto berikut.)

Pelajar Perkins School for the Blind di Watertown, Massachusetts sedang lomba balap karung tahun 1907 (Foto:  Perpustakaan Penelitian Samuel P. Hayes, Perkins School for the Blind, Watertown, MA/ark.digitalcommonwealth.org)
Pelajar Perkins School for the Blind di Watertown, Massachusetts sedang lomba balap karung tahun 1907 (Foto:  Perpustakaan Penelitian Samuel P. Hayes, Perkins School for the Blind, Watertown, MA/ark.digitalcommonwealth.org)

Dokumen tertua kedua yang dapat kutemukan adalah foto tahin 1909. Foto itu menampilkan lomba balap karung dalam rangka Perayaan Hari Buruh (May Day Celebration) di Tamalpais Centre,  Marin, Kentfield California AS. Pesertanya adalah murid-murid dari berbagai sekolah di Marin. Lomba itu memperebutkan hadiah dari Ny. AE Kent, anggota keluarga Kent, perintis kota Kentfield. (Lihat foto berikut.)

Lomba balap karung dalam rangka Perayaan Hari Buruh tahun 1909 di Marin, Kentfiekd California (Foto: Turril & Miller/Marin County Library/cdlib.org/marinlibrary.org)
Lomba balap karung dalam rangka Perayaan Hari Buruh tahun 1909 di Marin, Kentfiekd California (Foto: Turril & Miller/Marin County Library/cdlib.org/marinlibrary.org)

Berikutnya masih dari AS, ditemukan foto tahun 1912 yang menampilkan tiga wanita sedang bersiap lomba balap karung. Kegiatan itu diabadikan di Atlanta, AS. (Lihat foto berikut.)

Tiga wanita bersiap lomba balap karung di Atlanta AS pada Januari 1912 (Foto:  GraphicaArtis/Getty Images)
Tiga wanita bersiap lomba balap karung di Atlanta AS pada Januari 1912 (Foto:  GraphicaArtis/Getty Images)

Tiga foto di atas menguatkan simpulan lomba balap karung aslinya adalah tradisi Eropa/Amerika. Mengingat bule Amerika itu aslinya migran dari Eropa, maka dapat disimpulkan balap karung itu dikreasi petani kentang di Eropa.

***

Orang Belanda, sebagai salah satu bangsa dan negara di Eropa, juga punya tradisi balap karung. Permainan itu lazim dimainkan untuk memeriahkan berbagai perayaan. Pesertanya mulai dari anak-anak sampai orang dewasa.

Namun dokumen lama balap karung orang Belanda, penjajah yang membawa permainan itu ke Hindia Belanda atau Indonesia kini, ternyata tak mudah ditemukan.

Aku hanya bisa menemukan empat foto. Satu foto tahun 1939, lainnya sebelum tahun 1942, satu lagi tahun 1948, dan satu foto pasca penyerahan kedaulatan.

Foto tahun 1939 menampilkan anak-anak Belanda sedang lomba balap karung dalam rangka memeriahkan Festival Oranje, perayaan hari ulang tahun Ratu Kerajaan Belanda (Koninginnedag). Dilihat dari latar belakang rumah dengan arsitektur tropis dan pohon randu, kegiatan itu disimpulkan berlangsung di Hindia Belanda. (Lihat foto berikut.)

Potret anak-anak Belanda sedang lomba balap karung di suatu tempat di Hindia Belanda tahun 1939 (Foto: Twitter @mazzini_gsp)
Potret anak-anak Belanda sedang lomba balap karung di suatu tempat di Hindia Belanda tahun 1939 (Foto: Twitter @mazzini_gsp)

Tradisi perayaan ulang tahun ratu Belanda sudah ada sejak 31 Agustus 1885, hari ulang tahun Ratu Wilhelmina. Jadi lomba balap karung mestinya sudah dilakukan di Belanda sejak penghujung abad ke-19.

Lalu ada foto tanpa tahun yang menampilkan lomba balap karung di Batavia, Hindia Belanda. Mengingat nama Batavia untuk Jakarta digunakan dalam kurun 1619-1942, dan balap karung baru populer pada abad ke-19, maka kemungkinan foto itu dibuat antara 1900-1942. 

Peserta balap karung dalam foto itu bukan orang Belanda atau kulit putih. Mereka berkulit sawo matang. Kemungkinan besar adalah pribumi Hindia Belanda. (Lihat foto berikut.)

Lomba balap karung di Batavia pada jaman penjajahan Belanda (Foto: pinterest.com)
Lomba balap karung di Batavia pada jaman penjajahan Belanda (Foto: pinterest.com)

Warga berkulit sawo matang sebagai peserta balap karung juga ditampilkan dalam selembar foto tahun 1948. Foto itu menampilkan pasukan KNIL sedang lomba balap karung pada 23 April 1948 di Bandung. Untuk diketahui, sebagian serdadu KNIL adalah pribumi Hindia Belanda. (Lihat foto berikut.)

Lomba balap karung pasukan KNIL di Bandung pada 23 April 1948 (Foto:  nationaalarchief.nl via indonesia-zaman-doeloe.blogspot.com)
Lomba balap karung pasukan KNIL di Bandung pada 23 April 1948 (Foto:  nationaalarchief.nl via indonesia-zaman-doeloe.blogspot.com)

Akhirnya sebuah foto pasca penyerahan kedaulatan (27 Desember 1949) sepenuhnya menampilkan pribumi menyelenggarakan lomba balap karung. Mungkin itulah awal-awal lomba balap karung mulai merakyat dan kemudian menjadi tradisi dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI. (Lihat foto berikut.)

Lomba balap karung digelar masyarakat Indonesia pasca penyerahan kedaulatan (Foto: Facebook Rukardi via tagar.id)
Lomba balap karung digelar masyarakat Indonesia pasca penyerahan kedaulatan (Foto: Facebook Rukardi via tagar.id)

Bisa disimpulkan lomba balap karung diperkenalkan orang Belanda kepada pribumi pada paruh pertama abad ke-20. Mungkin benar pertama kali diperkenalkan di daerah Rawa Barat Jakarta. Tapi bukan dikreasi oleh warga Betawi di sana.

Karung kentang atau goni (gunny) itu bukan budaya benda Betawi atau pribumi. Goni atau karung jute itu adalah budaya benda orang Belanda. Pertama goni dibawa VOC untuk wadah hasil bumi yang akan diekspor ke Belanda atau negara lain. Kemudian digunakan oleh para ondernemer yang mengusahakan agroindustri atau perdagangan hasi bumi di nusantara.

Karena goni bukan budaya benda Betawi atau pribumi, sekurangnya pada jaman Belanda, maka kecil kemungkinan pribumi menciptakan pemainan balap karung. Pribumi tidak menggunakan goni untuk mengangkut hasil bumi, tapi keranjang rotan/bambu atau karung anyaman mendong/pandan.

***

Kendati lomba balap karung bukan asli kreasi pribumi atau orang Indonesia, melainkan hasil introduksi penjajah Belanda, namun dia mengandung nilai filosofis terkait perjuangan bangsa Indonesia.

Sebagai sebuah permainan yang kini merakyat, balap karung itu telah menjadi pernyataan rakyat tentang kemerdekaan.

Lomba balap karung itu merujuk pada suatu perjuangan yang diwarnai keterbatasan atau pembatasan -- disimbolkan kedua kaki terbungkus karung, sehingga tak bebas bergerak. Hal itu relevan untuk konteks perjuangan kemerdekaan maupun perjuangan mengisi kemerdekaan.

Pada masa perjuangan kemerdekaan, rakyat Indonesia melawan Belanda dan Jepang dalam kondisi kemiskinan. Bukan saja miskin persenjataan, tapi juga miskin pangan. Rakyat berjuang dengan senjata seadanya dan makanan jauh dari cukup.

Tapi dengan semangat tinggi untuk tiba di tujuan, bangsa Indonesia pada akhirnya meraih kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Itu persis seperti pebalap karung yang kakinya "terikat", akhirnya tiba juga di garis akhir, setelah mengalami jatuh-bangun yang menyakitkan.

Demikian pula, mengisi kemerdekaan tak pernah mudah. Bangsa Indonesia selama ini ibarat pebalap karung yang harus mencapai tujuan kemerdekaan -- yaitu kemakmuran dan keadilan sosial --  dengan segala keterbatasan dan pembatasan. Bangsa ini kurang pengetahuan, kurang modal, kurang dayasaing, dan sebagainya. Tapi itu semua bukan alasan untuk berhenti berjuang mencapai tujuan kemerdekaan.

Jadi, jika nanti pada 17 Agustus 2023 kita menyaksikan atau mengikuti lomba balap karung, maka ingatlah bahwa dia adalah simbol perjuangan bangsa ini, kita, untuk meraih dan mengisi kemerdekaan. (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun