Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Rocky Gerung, Bajingan Tolol, dan Etika Komunikasi Politik

4 Agustus 2023   13:13 Diperbarui: 6 Agustus 2023   13:57 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rocky Gerung (Foto: Instagram/Rocky Gerung via populis.id) 

Seorang oposan mengutus diri sendiri menjadi nabi bagi kawanan yang dipersalahkannya.

Karena itu seorang oposan selalu benar. Sebab dia selalu melihat atau menempatkan lawannya pada posisi salah. Istilah halusnya "posisi berlawanan".

Kamu salah maka aku benar. Begitulah kredo oposisi. Itu terdengar semacam sesat pikir sirkular, sebenarnya. Tapi sudahlah. Kalau kredonya tak macam itu, oposan pasti mati gaya, bukan?

Itu sebabnya di negeri ini ada anekdot politik yang sesat pikir juga. Katanya, "Kalau PKS menyalahkan kebijakan pemerintah, berarti kebijakan itu benar." Konon PKS mengklaim diri partai oposisi.

Selain institusi partai, di negeri ini ada juga sejumlah individu oposan. Mereka selalu berbicara hanya tentang kesalahan pemerintah, seolah pemerintah selalu salah dan tak pernah benar. 

Salah seorang yang paling sohor di antara mereka adalah Rocky Gerung.  Baru-baru ini Rocky mendapat sorotan luas karena mengatai Jokowi sebagai "... bajingan yang tolol". Ujaran itu memicu kemarahan pendukung Presiden Jokowi. Rocky dilaporkan ke polisi atas dugaan penghinaan terhadap presiden. 

Menarik untuk mengupas ujaran "bajingan (yang) bodoh" itu. Tapi sebelum ke situ, perlu tahu dulu siapa itu Rocky. [1]

***

Rocky Gerung (64) dikenal sebagai filsuf, akademisi, dan intelektual publik Indonesia. Lulus sebagai sarjana filsafat dari UI, dia sempat menjadi pengajar Filsafat Politik dan Metode Penellitian Filsafat di almamaternya itu sampai 2015. Kendati hanya lulus S1, dia juga mengajar di kelas pascasarjana Filsafat UI.  Suatu bukti bahwa dia memiliki kompetensi Ilmu Filsafat setara S3. 

Rocky lebih banyak belajar filsafat, khususnya filsafat politik, lewat diskursus di luar ruang kuliah formal. Dia berdiskusi dengan tokoh-tokoh cendikiawan cum aktivis nasional seperti Marsillam Simanjuntak, Hariman Siregar, Abdurrahman Wahid, Azyumardi Azra, Syahrir, Kartini Syahrir, Arief Budiman, Salim Said, dan Rahman Tolleng. Itu untuk menyebut beberapa saja.

Diskursus filsafat dan politik itu dilakoni Rocky di sejumlah institusi masyarakat madani, di mana dia terlibat sebagai salah satu pendiri dan atau partisipan. Sebut misalnya Setara Institut, Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, dan Kajian Filsafat dan Feminisme Jurnal Perempuan. Juga di dua partai politik yang layu sebelum berkembang yaitu Partai Indonesia Baru dan, kemudian, Partai Serikat Rakyat Independen.

Sebagai sarjana filsafat, Rocky adalah orang yang selalu mempertanyakan realitas-realitas kemapanan secara kritis. Khususnya realitas politik, baik itu politik praktis maupun politik dalam arti luas. Karena sifatnya yang menggugat, maka lontaran-lontaran pikiran kritisnya kerap mengganggu kenyamanan penguasa pro-kemapanan.

Rocky beberapa kali mengujarkan pikiran kritisnya di ruang publik. Semisal dia pernah bilang pemerintah adalah pembuat hoaks terbaik, Kitab Suci itu fiksi, Presiden Jokowi tidak paham Pancasila, Presiden Jokowi tidak paham demokrasi, Presiden Jokowi dungu, dan terbaru, (Jokowi) itu bajingan yang dungu.

Ujaran-ujaran kontroversial itu telah memancing sejumlah orang dan kelompok untuk mengadukan Rocky ke Bareskrim Polri atas sangkaan penistaan (agama, presiden). Tapi semua pengaduan itu mentok, karena ujaran-ujaran Rocky tak memenuhi unsur pidana. 

Rocky adalah penganut sekaligus pembela prinsip kebebasan berpikir.  Bahwa seorang tak boleh dihukum karena pikiran kritisnya kepada penguasa, sepanjang kritik itu logis. Karena itu Rocky tak henti-hentinya mengritik pemerintah pusat, khususnya Presiden Jokowi. Sebab menurut pikirannya, Presiden Jokowi itu dungu dan, karena itu, kerap salah, sehingga harus dikoreksi.

Pikiran-pikiran kritisnya disampaikan lewat berbagai saluran. Paling utama lewat forum Indonesia Lawyers Club di TV One dan kemudian kanal YouTube  Rocky Gerung Official. Pilihan saluran bicara semacam itu membuat pikiran-pikiran yang disampaikan Rocky ke ruang publik harus sensasional. 

Konsekuensinya, pikiran-pikiran Rocky di ruang publik kehilangan kedalaman, untuk tak bilang dangkal. Sering esensinya disubordinasikan pada sensasinya. Atau terpinggirkan oleh  pilihan diksi yang sarkastis. 

Terbaru adalah ujaran Rocky yang mengatai Jokowi "itu bajingan yang bodoh". Ini yang hendak dibahas selanjutnya.

***

Ujaran sarkastis terhadap Presiden Jokowi itu disampaikan Rocky melalui orasinya dalam rapat akbar Konsolidasi Akbar Aliansi Aksi Sejuta Buruh bersama Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di Bekasi tanggal 29 Juli 2023 lalu.

Untuk keperluan analisis, berikut dikutipkan selengkapnya:

"Begitu Jokowi kehilangan kekuasaannya, dia jadi rakyat biasa. Nggak ada yang peduli nanti.

Tetapi ambisi Jokowi adalah mempertahankan legasinya. Dia masih pergi ke China buat nawarin IKN. Dia masih mondar-mandir dari satu koalisi ke koalisi yang lain untuk mencari kejelasan nasibnya. 

Dia memikirkan nasibnya sendiri. Dia nggak mikirin nasib kita. ltu bajingan yang tolol. Kalau dia bajingan pintar, dia mau terima
berdebat dengan Jumhur Hidayat
. [2]

Berbagai pihak menganggap Rocky telah menghina Presiden Jokowi dengan ujarannya itu. Bahkan sudah ada yang melaporkannya ke polisi. Juga ada yang menyarankan Rocky minta maaf kepada Presiden Jokowi.

Tapi Rocky bergeming. Dia bersikukuh tidak menghina Jokowi sebagai pribadi. Tapi menghina presiden sebagai fungsi. Dia bilang, Jokowi sebagai manusia punya martabat, tapi presiden sebagai lembaga tak punya martabat. Karena itu presiden mustahil merasa terhina karena ujarannya.

Rocky, seperti biasa, bermain dengan logika. Dia membuat distingsi antara presiden sebagai institusi wewenang pemerintahan dan presiden sebagai individu yang dipilih untuk memegang dan menjalankan wewenang itu. 

Persoalannya di sini, apakah institusi presiden dan individu presiden dua entitas yang dapat dipisahkan (separable)? Institusi presiden hanya mungkin eksis apabila dia dilekatkan dan melekat pada individu presiden. Itu semacam dua sisi dari satu mata uang. 

Jadi mustahil seseorang, seperti Rocky, bisa menghina institusi presiden tanpa risiko individu presiden ikut terhina  Sama seperti kemustahilan merobek satu sisi mata uang tanpa risiko sisi lainnya ikut terobek juga.  

Coba simak tiga paragraf ujaran Rocky yang dikutip di atas. 

Pada paragraf pertama, frasa "Jokowi kehilangan kekuasaannya" jelas merujuk pada kesaling-lekatan institusi presiden dan lndividu presiden  secara temporal -- lima tahun untuk kasus Indonesia.

Paragraf kedua menunjukkan kesulitan Rocky memisahkan institusi presiden dan individu presiden.  Frasa "ambisi Jokowi ... mempertahankan legasinya" dan "ke China ... nawarin IKN" mengindikadika institusi presiden. Tapi frasa "mondar-mandir dari satu koalisi ke koalisi yang lain ... mencari kejelasan nasibnya" menunjuk pada individu Jokowi yang nanti  akan jadi "rakyat biasa".

Pada paragraf ketiga, jelas Rocky tidak mengarahkan ujarannya -- tepatnya makian -- kepada institusi presiden, melainkan kepada individu presiden (Jokowi). Dia memaki individu presiden "bajingan yang tolol" karena Jokowi dituduhnya hanya memikirkan nasib sendiri, tak memikirkan nasib "kita" (buruh dan Rocky). Tak mau berdebat (soal nasib buruh) dengan Jumhur Hidayat" (Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). 

Jadi apakah Rocky, dengan makian "bajingan yang tolol" itu sedang menghina institusi presiden atau individu presiden? Jelas dia menghina individu presiden, manusia yang punya rasa dan martabat pada dirinya. Bukan menghina institusi presiden yang tak punya rasa dan martabat. 

Hanya orang tolol yang mau menghina institusi presiden. Sebab itu berarti menghina benda abstrak yang tak dapat diindra dan tak punya martabat, atau rasa, untuk  bisa terhina. Rocky sendiri pasti paham bahwa mustahil dia bisa, atau suatu kesia-siaan baginya, menghina institusi presiden.

Rocky juga paham dia telah menghina individu presiden Jokowi. Karena itu dia sempat berdalih "bajingan" itu adalah sapaan akrab antar kusir pedati sapi -- yang disebut "bajingan". Makna aslinya adalah kuat dan pemberani.  Bahkan Rocky sempat juga bilang -- semacam otak-atik gathuk -- bajingan itu singkatan "bagus ing jiwo angen-angen ing pangeran" (baik hati ingat Tuhan). [3]

Tapi Rocky juga paham kata"bajingan" yang diujarkannya kepada individu presiden Jokowi bukan dalam arti positif semacam itu. Dia mengakui mengujarkan frasa sarkastik itu karena tak setuju dengan proyek IKN dan pelibatan pengusaha China di sana. 

Kata Rocky: "Saya sebut dia bajingan karena dia bilang ke pengusaha China silakan datang ke Indonesia apapun saya kasih. Apa enggak bajingan itu? Jual-jual negara? ... Jadi poinnya ada, memang saya kritik dan saya sebut bajingan dan tolol." [4]

***

Rocky bukannya tak sadar bahwa ujaran "bajingan tolol" itu sarkastis dan berpotensi melukai harga diri individu presiden Jokowi. 

Tapi dia juga sangat paham bahwa Jokowi sebagai individu presiden tidak akan melaporkannya kepada polisi atas dugaan penghinaan atau pencemaran nama baik. Dia tahu itu bukan karakter Jokowi.

Tapi andaikan SBY yang menjadi presiden hari ini, dan bikin proyek IKN dengan mengundang China, tak ada juga jaminan Rocky akan mengatainya "bajingan bodoh". Alasannya selain dia pendukung SBY, sehingga tak pernah mengritik apalagi memakinya, SBY juga tak sungkan melaporkan orang yang menistanya kepada polisi. Itu sudah terbukti pada Eggi Sudjana dan Zainal Ma'arif yang diadukan dan akhirnya masuk bui. 

Rocky itu cerdik -- saya tak bilang cerdas -- berselancar di antara ancaman ombak risiko hukum dari kritik-kritik dan umpatan-umpatannya kepada pemerintah khususnya individu presiden Jokowi. 

Karena itu sia-sialah pendukung Jokowi melaporkan Rocky kepada polisi. Tak ada pasal hukum yang dilanggarnya. Lain hal kalau mau bikin demo akbar berjilid-jilid menuntut Rocky ditangkap dan dipenjarakan. Tapi itu kan cara rendahan. 

Dari satu sisi banyak orang mengagumi Rocky, tapi dari lain sisi dia bisa juga menjadi "cerita yang menyedihkan". Kepintaran mengritik  itu karunia, mengapa harus disampaikan dengan diksi yang tak etis? Apakah tidak ada diksi yang lebih lugas dan tedas tanpa menabrak etika komunikasi?

Rocky berdalih bahwa debat politik memang begitu, penuh diksi sarkastis. Karena sarkastis itu jujur. Santun itu munafik Oh, ya? Apakah komunikasi politik memang mengedepankan logika saja sambil mengubur etika? Atau apakah menjadi oposisi politik harus memaki-maki?

Sebagai akademisi, Rocky sejatinya adalah orang yang mengagungkan pikiran. Sekurangnya ampai 2018,  dia pernah menulis artikel-artikel filsafat di jurnal Prisma dan Jurnal Perempuan, selain kolom di Tempo. Tapi sejauh ini dia belum punya suatu pemikiran (thought) yang diakui di dunia sains filsafat politik.

Dia bisa berdamai dengan politisi atau penguasa yang menurutnya punya pemikiran. Seperti SBY, Prabowo, dan sekarang Anies Baswedan. Walau tak jelas juga apa pemikiran besar dari tiga tokoh itu.

Satu hal yang jelas, Rocky pernah mendukung SBY dengan Demokratnya dan Prabowo dengan Gerindranya. Sekarang mendukung Anies dengan Koalisi Perubahannya. Pikiran anti-Jokowinya cocok dengan pikiran Anies.

Sebagai pendewa pemikiran, agaknya Rocky menilai individu presiden Jokowi itu tidak punya pikiran atau pemikiran. Sehingga dia mencap Jokowi dungu atau bodoh. 

Barangkali cap dungu/bodoh itu dikenakan Rocky pada Jokowi karena presiden kita ini selalu fokus "kerja kerja kerja". Seolah-olah gak pernah berpikir atau bernarasi. Padahal, bukankah "kerja itu pemikiran yang hidup"? Ah, Rocky pasti bilang itu pendapat dungu.  (eFTe)

Catatan Kaki:

[1] Paparan profil Rocky Gerung merujuk pada: "Rocky Gerung", Wikipedia.org.

[2] Dikutip dari: "Detik-detik Rocky Gerung Layangkan Hinaan ke Presiden Jokowi",  TikTok @nkritoday; "Jokowi Soal Disebut Rocky Gerung 'Bajingan': Itu Hal Kecil," detik.com, 2/8/2023.

[3] "Bukan Makian, Ini Sejarah Awal Kata Bajingan dan Arti Sebenarnya", detik.com, 3/8/2023.

[4] Presiden Jokowi Tidak Menanggapi Serius Perkataan 'Hinaan' Rocky Gerung, bbc.com, 2/8/2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun