Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Anjing Piaraan dalam Perspektif Budaya Batak Toba

1 Agustus 2023   12:31 Diperbarui: 6 Agustus 2023   08:28 1596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga orang Batak pemburu dengan anjingnya (paling kiri, bersembunyi di antara dua pasak) sekitar tahun 1870 (Foto: Koleksi Tropenmuseum Netherland via wikipedia.com)

***

Barangkali pemiaraan anjing bagi orang Batak Toba adalah sesuatu yang "gampang saja" (effortless). Nyaris tanpa biaya karena tidak perlu bikin rumahnya, membelikan makanan khusus anjing, pemeliharaan kesehatan dan kecantikan/kegantengan, rekreasi, olahraga, dan "sekolah". 

Pengalaman keluargaku memelihara anjing dulu tahun 1970-an enteng-enteng saja. Anjing pertama kami namanya Leki, lalu suksesornya Bleki. Keduanya sama berbulu hitam. Keduanya tak perlu rumah atau kandang. Anjing orang Batak itu tidur di teras atau di kolong rumah. Jadi ada batas yang tegas antara domein manusia dan domein anjing. 

Tak adalah itu anjing kampung di Tanah Batak tidur seranjang dengan tuannya. Atau duduk sesofa dan leyeh-leyeh bersama sambil nonton drakor di TV.

Makanan anjing kami juga dulu tak spesial. Mereka kami beri makan nasi dengan lauk kepala ikan atau belulang daging ayam dan babi kalau kebetulan ada. Kalau anjing kami perlu makan daging, dia bisa pergi menangkap tikus ke kebun, sawah, atau ladang. Jangan salah pula, di beberapa tempat di Tanah Batak warga makan daging tikus juga. 

Jadi bagi orang Batak biaya memiara anjing itu rendah. Tapi manfaatnya besar sebagai teman, penjaga, dan rekan berburu. Itu sesuai hukum ekonomi "pengeluaran sekecil-kecilnya untuk mendapat manfaat sebesar-besarnya.

Akhirnya satu hal perlu menjadi renungan bagi orang Batak Toba, termasuk saya sendiri. Betul kini makan daging anjing sudah menjadi bagian dari budaya makan orang Batak. Menu saksang B1 mungkin sudah menjadi salah satu kuliner khas Batak. Tapi apakah konsumsi daging anjing itu, secara kultural, baik diteruskan?

Di atas sudah ditunjukkan bahwa anjing dalam perspektif budaya Batak Toba adalah "teman" yang menjaga dan membantu cari makan. Jadi bila orang Batak makan daging anjing, bukankah itu semacam fenomena "teman makan teman"? Lantas, apakah hal itu pantas dilestarikan?

Horas! Horas! Horas! (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun