Artinya "banyak hasil"(halong), atau "penghasilan". Itu merujuk pada kerja nelayan, mata pencaharian utama penduduknya sejak era Mataram Islam (abad 16-18). Kira-kira artinya waktu itu "banyak hasil ikan".Â
Nama atau frasa "pek-along-an" itu tertera pada logo Kota Pekalongan semasa Pemerintahan Hindia Belanda. Logo itu menampilkan figur tiga ekor ikan tersangkut jala di laut, simbol mata pencaharian utama penduduknya waktu itu. Pekalongan di masa itu adalah kota pelabuhan, antara lain pelabuhan ikan dan hasil bumi lainnya khususnya gula.
Predikat "kota batik" bermula dari dampak Perang Diponegoro (1825-1830). Perang itu memicu eksodus keluarga kraton Mataram serta pengikutnya antara lain ke daerah Pekalongan sekarang. Di situ mereka mengembangkan perbatikan hingga, kemudian, kerajinan batik menjadi mata pencaharian pokok sebagian warga.Â
Dua kegiatan ekonomi itu, perikanan laut dan industri batik, kini tertera pada logo Kota Pekalongan. Canting menggurat motif batik jlamprang dan tiga ekor ikan terjaring di laut. Lalu perisai bermahkota benteng dengan lima menara, Pancasila.
Aneh, pikirku. Kenapa dulu Pekalongan tak dijuluki kota ikan? Kenapa harus kota batik? Lantas kini juga dijuluki kota santri -- mungkinkah abangan dan priyayi minoritas di sana?
Mobil telah tiba di tempat tujuan, di kota Kajen, ibukota Kabupaten Pekalongan. Pertanyaan-pertanyaan itu menguap begitu saja dari benakku.
***
Puji Tuhan Maha Pemurah, urusan di Kajen selesai lebih cepat dari perkiraan. Pagi hari Rabu 1 Suro mestinya bisa pulang. Tapi aku sudah pesan tiket Argo Muria jurusan Pekalongan - Gambir Jakarta untuk keberangkatan pukul 17.50 WIB. Komplit dengan potongan harga 20% untukku, lansia.
Tak ada rencana apapun pada hari itu kecuali pulang ke Jakarta. Mau jalan-jalan di Kajen juga, tak ada destinasi yang menarik. Atau jalan-jalan di Pekalongan, tak ada rekomendasi destinasi yang memikat. Lagi pula pada 1 Suro toko-toko pada tutup di kota Pekalongan.Â
Jadinya, setelah chek out dari hotel dilanjut makan siang di Kajen, sekitar pukul 13.00 WIB kami, istriku dan aku, meluncur naik mobil ojol ke Kota Pekalongan. Tujuan tunggal, Stasiun Besar Pekalongan. Pesanku kepada Pak Supir, "Alon-alon asal kelakon, Mas."