Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ketika Empat Jam Menunggu Argo Muria di Stasiun Pekalongan

22 Juli 2023   07:21 Diperbarui: 23 Juli 2023   18:50 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya "banyak hasil"(halong), atau "penghasilan". Itu merujuk pada kerja nelayan, mata pencaharian utama penduduknya sejak era Mataram Islam (abad 16-18). Kira-kira artinya waktu itu "banyak hasil ikan". 

Nama atau frasa "pek-along-an" itu tertera pada logo Kota Pekalongan semasa Pemerintahan Hindia Belanda. Logo itu menampilkan figur tiga ekor ikan tersangkut jala di laut, simbol mata pencaharian utama penduduknya waktu itu. Pekalongan di masa itu adalah kota pelabuhan, antara lain pelabuhan ikan dan hasil bumi lainnya khususnya gula.

Logo Kota Pekalongan pada era Hindia Belanda (Sumber:  wikipedia.org)
Logo Kota Pekalongan pada era Hindia Belanda (Sumber:  wikipedia.org)

Predikat "kota batik" bermula dari dampak Perang Diponegoro (1825-1830). Perang itu memicu eksodus keluarga kraton Mataram serta pengikutnya antara lain ke daerah Pekalongan sekarang. Di situ mereka mengembangkan perbatikan hingga, kemudian, kerajinan batik menjadi mata pencaharian pokok sebagian warga. 

Dua kegiatan ekonomi itu, perikanan laut dan industri batik, kini tertera pada logo Kota Pekalongan. Canting menggurat motif batik jlamprang  dan tiga ekor ikan terjaring di laut. Lalu perisai bermahkota benteng dengan lima menara, Pancasila.

Aneh, pikirku. Kenapa dulu Pekalongan tak dijuluki kota ikan? Kenapa harus kota batik? Lantas kini juga dijuluki kota santri -- mungkinkah abangan dan priyayi minoritas di sana?

Mobil telah tiba di tempat tujuan, di kota Kajen, ibukota Kabupaten Pekalongan. Pertanyaan-pertanyaan itu menguap begitu saja dari benakku.

***

Puji Tuhan Maha Pemurah, urusan di Kajen selesai lebih cepat dari perkiraan. Pagi hari Rabu 1 Suro mestinya bisa pulang. Tapi aku sudah pesan tiket Argo Muria jurusan Pekalongan - Gambir Jakarta untuk keberangkatan pukul 17.50 WIB. Komplit dengan potongan harga 20% untukku, lansia.

Tak ada rencana apapun pada hari itu kecuali pulang ke Jakarta. Mau jalan-jalan di Kajen juga, tak ada destinasi yang menarik. Atau jalan-jalan di Pekalongan, tak ada rekomendasi destinasi yang memikat. Lagi pula pada 1 Suro toko-toko pada tutup di kota Pekalongan. 

Jadinya, setelah chek out dari hotel dilanjut makan siang di Kajen, sekitar pukul 13.00 WIB kami, istriku dan aku, meluncur naik mobil ojol ke Kota Pekalongan. Tujuan tunggal, Stasiun Besar Pekalongan. Pesanku kepada Pak Supir, "Alon-alon asal kelakon, Mas."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun