Dua kembar mayang itu melambangkan Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru adalah wahyu pengayoman. Harapannya mempelai pria dapat mengayomi keluarganya secara lahir batin. Sedangkan Kalpandaru adalah wahyu kelanggengan. Harapannya hidup kedua mempelai panjang umur, langgeng, dan abadi.
Apakah pasangan pengantin Luna dan Jojo mampu memahami, memaknai, dan mengamalkan nilai Dewandaru dan Kalpandaru itu? Apakah sepasang anjing itu telah menjadi sedemikian manusiawinya, sehingga kepada mereka layak diberlakukan nilai atau norma luhur manusia Jawa?
Seperti disinggung di awal, selamanya anjing adalah anjing dan manusia adalah manusia. Manusia sah-sah saja menyayangi anjing, seperti anjing juga sah menyayangi tuannya.Â
Tapi memberikan nilai budaya luhur manusia, seperti adat perkawinan Jawa itu, kepada anjing  sama seperti "merampas makanan dari anak kecil untuk diberikan kepada anjing."
***
Jelas, sangat jelas, menjalankan adat perkawinan Jawa untuk sepasang "pengantin anjing" yang tak berbudaya sangatlah tidak selayak dan sepantasnya.
Bagi kedua orang pemilik anjing hal itu mungkin dimaknai sebagai ekspresi rasa sayang pada anjingnya. Atau, lebih parah lagi, sekadar lucu-lucuan mewah untuk menyenangkan anjing-anjing mereka.
Lucu-lucuan? Mengapa tidak. Diberitakan, setelah resepsi perkawinan yang dihadiri para anjing dan tuannya, Luna dan Jojo langsung separate life di rumah tuan masing-masing. Jadi jangan berharap ada "malam pertama di ranjang pengantin", apalagi bulan madu ke Labuan Bajo.
Tapi bagi untuk sebagian orang Jawa, entah perorangan atau kelompok, upacara adat Jawa pada perkawinan Luna dan Jojo itu dirasakan sebagai penistaan terhadap budaya luhur mereka. Dalam kalimat yang sarkastis, kedua pemilik anjing seakan mengatakan "Adat perkawinan Jawa itu bagus untuk anjing."
Tapi tak hanya terindikasi penistaan terhadap budaya Jawa. Perkawinan mewah Luna dan Jojo itu juga minus empati sosial. Menghamburkan Rp 200 juta untuk "kebahagiaan" dua ekor anjing sama sekali tak sensitif terhadap penderitaan 26 juta warga miskin di Indonesia.
Memang tak ada larangan untuk memberi kemewahan pada anjingmu, wahai tuan dan puan kaya-raya. Tapi tolong jangan lakukan itu dengan cara mendevaluasi adat dan budaya kami. Jangan pula pamerkan kemewahan anjingmu kepada kami yang hidup di bawah garis kemiskinan.Â