"Buat!" ("Ambil!) Aku yang menjadi pengamat dari kejauhan berteriak memberitahu. Temanku segera keluar dari gubuk persembunyian lalu memetiki bondol yang terpulut.
Marpikket lain lagi. Cara itu menggunakan sangkar pimping dengan tiga bilik. Bilik tengah tempat bondol haji pemikat, masih hidup. Lalu dua bilik di ujungnya adalah bilik pemikat. Â Punya pintu angkat yang ditahan menggunakan benang yang ditancapkan pakai lidi pada batang injakan di dalam bilik.Â
Bilik pemikat itu diisi juga dengan umpan berapa malai padi yang berbulir hijau, matang susu. Itu makanan kesukaan bondol haji.
Bunyi bondol pengumpan akan memikat bondol liar datang mendekat. Melihat ada bulir padi hijau segar di dalam bilik pemikat, bondol akan masuk dan hinggap pada batang injakan. Klak. Benang penahan lepas, pintu turun cepat, dan bondol haji terperangkap.
Marjaring dan marsongam mempersyaratkan penemuan sarang bondol haji. Lazimnya mereka bersarang di gerumbulan ilalang atau gelagah.Â
Sarang itu bisa ditemukan melalui pengamatan. Jika ada bondol keluar-masuk ke gerumbulan semak tertentu, pasti ada sarangnya di situ.
Jaring terbuat dari akar rumput padang (Sporobolus junceus). Jaring dipasang persis di mulut atau lubang masuk sarang. Warnanya putih sehingga tersamarkan oleh warna rumput kering bahan sarang.Â
Saat bondol haji masuk ke dalam sarangnya, tanpa sadar dia sudah terjerat pada lehernya. Saat aku sebagai penjaring datang ke situ, bondol akan keluar untuk kabur dari sarangnya. Tapi sia-sia. Lehernya sudah terjerat. Dia hanya bisa tergantung menggelepar di mulut sarangnya.
Marsongam memerlukan keahlian tingkat ninja. Aku harus bisa mendekati mulut sarang bondol tanpa terdengar. Paling baik saat angin bertiup kencang, menimbulkan suara berisik dari alang-alang yang bergoyang dan bergesekan.
Saat sudah dekat sekali dengan sarang, secepat kilat telapak tangan ditutupkan pada mulut sarang. Bondol yang hendak terbang kabur tergenggam di tangan. Ketangkap!
***