Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Senang Walau Merugi Jajal Kereta Banyubiru dari Solo ke Semarang

24 Juni 2023   09:51 Diperbarui: 25 Juni 2023   03:33 23933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mesin pencetak tiket di samping pintu masuk peron Stasiun Balapan Solo (Dokpri) 

Kereta Banyubiru adalah layanan terbaru PT KAI untuk trip Solo-Semarang bolak-balik. Dioperasikan sejak 1 Juni 2023, dia melengkapi Joglosemarkerto, kereta api lingkar Jawa Tengah yang diluncurkan tahun 2018 silam.  

Sejak PT KAI meluncurkan Banyubiru di awal Juni lalu, aku langsung mematri niat untuk menjajalnya bila ada kesempatan. Entah itu dari Stasiun Tawang Semarang ke Solo Balapan, atau sebaliknya.

Syukur pada Tuhan, kesempatan itu cepat datangnya. Rabu 21 Juni 2023 lalu, aku dan keluarga menghadiri suatu acara di Solo. Besoknya, Kamis 22 Juni, kami harus transit dulu di Semarang, sebelum melanjut naik kereta ke Gambir Jakarta.

Pada hari Rabu 21 Juni, dalam perjalanan lewat tol dari Semarang ke Solo, aku membeli tiket kelas ekonomi kereta Banyubiru jurusan Solo-Semarang via aplikasi KAI. Empat tiket untuk empat orang, kami sekeluarga inti. Harga per tiket Rp 40,000, sehingga total biaya Rp 160,000.

Besoknya, Kamis 22 Juni, kami berempat sudah bersiap di ruang keberangkatan Stadiun Solo Balapan tepat pukul 10.00 WIB. Kereta dijadwalkan berangkat pukul 10.40 dan tiba di Stasiun Tawang Semarang pukul 12.45.  Durasi perjalanan 2 jam 5 menit.

***

Setelah mencetak sendiri tiket di mesin tiket stasiun, kami duduk menunggu sebentar di ruang tunggu penumpang. 

Mesin pencetak tiket di samping pintu masuk peron Stasiun Balapan Solo (Dokpri) 
Mesin pencetak tiket di samping pintu masuk peron Stasiun Balapan Solo (Dokpri) 

Kebetulan, istriku dan seorang anakku belum mendaftar untuk identifikasi wajah (face recognition).  Jadilah mereka identifikasi wajah dulu. Cukup dengan memberikan KTP kepada petugas yang bersiap di pintu masuk peron. Setelah data KTP disalin ke sistem KAI, maka untuk seterusnya tak perlu lagi menunjukkan tiket dan KTP kepada petugas pintu peron. Cukup melewati pintu pemindai wajah, palang pintu akan terbuka, lalu langsung masuk.

Tapi saat akan melewati pintu pemindai, wajah istriku belum dikenali kamera. Mungkin  mesin pemindainya sedang kumat isengnya menggodai istriku. Tapi karena aku melotot, istriku akhirnya dibolehkan masuk lewat pintu manual. 

Dari peron terlihat gerbong nomor 4, gerbong kami. Langsung masuk saja. Eh, kursi kami sudah diduduki penumpang lain, seorang anak muda. "Nomor kursi saya memang di sini, Pak. Eksekutif empat," jawab lelaki itu saat kutanyakan nomor kursinya.

Tuing! 

"Kita salah gerbong." Kuberi tahu istri dan kedua anak kami. Tiket kami untuk gerbong 4 kelas ekonomi. "Pantesan kursinya reclining seat", pikirku.

Jadilah kami menelusur gerbong-gerbong sampai gerbong terakhir di belakang. Itu gerbong kami, kelas ekonomi. Kursinya siku-siku kaku hadap-hadapan. Tak salah lagi.

Gerbong 4 sangat lowong saat itu. Hanya ada kami berempat dan dua keluarga lain. Anak-anak dua keluarga itu masih kecil-kecil. Mereka berlarian hilir-mudik dalam gerbong, seakan bermain di rumah neneknya.

Suasana Gerbong 4 Kelas Ekonomi. Menjadi tempat anak-anak bermain (Dokpri)
Suasana Gerbong 4 Kelas Ekonomi. Menjadi tempat anak-anak bermain (Dokpri)

Pukul 10.40 WIB. Kereta mulai bergerak maju menyeret gerbong-gerbongnya. Bagus, tepat waktu. Jempolku untuk PT KAI.

Banyubiru merayapi tanah enam kabupaten/ kota. Melewati jalur setengah lingkaran mulai dari kota Solo, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Demak, sampai kota Semarang. Antara Solo dan Semarang,  kereta berhenti di stasiun-stasiun Salem (Sragen), Gundih (Grobogan), dan Brumbung (Demak).

Stasiun-stasiun itu dibangun Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada akhir 1860-an, dalam rangka perpanjangan jalur rel kereta api Samarang-Tanggung (jalur pertama) menuju Vorstenlanden (wilayah kesultanan/kasunanan Surakarta dan Yogyakarta). Usia bangunan stasiun-stasiun itu kini sudah 150-an  tahun.

Niatanku menjajal Banyubiru sejatinya didasari kesukaanku mengamati saujana agroekologi sepanjang koridor rel. Hal serupa juga kulakukan bila naik bus antarkota. 

Kalau saujana agroekologi sepanjang jalan raya Solo-Semarang aku sudah cukup tahu. Aku terbiasa bolak-balik di jalur itu pada akhir 1980-an dan beberapa kali setelahnya. Selang-seling hutan jati/sengon, tegalan, dan persawahan di lembah-lembah hulu sungai. Lalu di sebelah barat, di lereng gunung Ungaran, Telomoyo, Merbabu, dan Merapi tampak lahan-lahan hortikultura. Ada variasi saujana agroekologi gunung dan dataran. 

Aku berhipotesis bahwa agroekologi jalur kereta api Banyubiru adalah lahan kering. Hipotesisku tak meleset. Areal persawahan hanya terlihat saat melintasi ujung barat Karanganyar dan Demak. Kemungkinan sawah tadah hujan.

Ladang jagung dengan latar belakan hutan jati di antara Stasiun Salem Sragen dan Stasiun Gundih Grobogan (Dokpri)
Ladang jagung dengan latar belakan hutan jati di antara Stasiun Salem Sragen dan Stasiun Gundih Grobogan (Dokpri)

Hutan jati dengan latar depan tanaman pisang dan kacan tanah antara Stasiun Gundih dan Brumbung (Dokpri)
Hutan jati dengan latar depan tanaman pisang dan kacan tanah antara Stasiun Gundih dan Brumbung (Dokpri)

Selebihnya, saujana agroekologi didominasi lahan kering dengan topografi bergelombang. Vegetasi didominasi tegakan hutan jati dan sengon. Lalu tanaman semusim jagung dan hortikultura pisang. Aku menduga juga tanaman kacang hijau. 

Areal persawahan di sisi selatan/barat Kabupaten Demak (Dokpri)
Areal persawahan di sisi selatan/barat Kabupaten Demak (Dokpri)

Terkait kelangkaan sawah di sepanjang koridor rel, aku sempat bertanya-tanya tentang manfaat waduk Kedungombo. Bukankah waduk yang  dioperasikan sejak 1991 ini dibangun di perbatasan Grobogan, Boyolali, dan Sragen? Setelah mencari data, ketahuan waduk Kedungombo hanya mengairi 60,ooo ha di daerah hilirnya. Tepatnya di Grobogan, Demak, Kudus, Pati, dan Jepara. Grobogan dan Sragen hanya menjadi sumber air irigasi saja.

Sebuah rumah tua milik KAI di stasiun Gundih Grobogan (Dokpri)
Sebuah rumah tua milik KAI di stasiun Gundih Grobogan (Dokpri)

Dengan kondisi agroekologis semacam itu, dapat diduga tingkat kemiskinan di Karanganyar, Sragen, Grobogan, dan Demak tergolong tinggi. Terutama di daerah pedesaan.  Data BPS tahun 2022 menunjukkan jumlah penduduk miskin di empat kabupaten itu melampaui 10 persen. Walau tak termasuk kedalam kelompok lima kabupaten termiskin di Jawa Tengah.

Tiga kali berhenti di tiga stasiun antara, jumlah penumpang di gerbong kami tidak berkurang, juga tak bertambah. Semua penumpang tujuan akhir Semarang. 

"Kalau lowong terus begini, apakah KAI tidak merugi?" pikirku. Tapi pengoperasian Banyubiru tentulah didasarkan pada analisis kelayakan bisnis. Barangkali pada hari-hari Jumat, Sabtu, dan Minggu jumlah penumpang di jalur ini lumayan besar.

Kereta Banyubiru dari Balapan Solo tiba di Tawang Semarang (Dokpri)
Kereta Banyubiru dari Balapan Solo tiba di Tawang Semarang (Dokpri)

Pukul 12.45 WIB. Banyubiru berhenti di Stasiun Tawang Semarang. Tepat waktu. Satu lagi jempolku untuk KAI.

***

Harus kuakui, walau duduk di kelas ekonomi, perjalanan naik kereta Banyubiru dari Solo ke Semarang sangat menyenangkan, nyaman dan aman. Laju kereta mulus dan stabil menyusur relnya.  Ruangan gerbong bersih dan dingin berkat kinerja AC yang baik. 

Pemandangan agroekologis sepanjang koridor rel memang cenderung monoton. Topografi datar dan bergelombang, tanpa gunung. Vegetasi didominasi hutan jati dan sengon. 

Tapi pemandangan macam  itu bukan masalahlah. Terutama bagi tipe penumpang pelor, nempel molor.

Kalau begitu, kenapa pada judul artikel ini ada frasa "merugi jajal kereta Banyubiru"? Di mana letak ruginya. Nah, itu ada ceritanya.

Begini. Saat mencetak tiket di mesin tiket Stasiun Balapan, aku terheran-heran. Soalnya tiket tercetak ganda. Dua tiket yang sama per orang alias tiket kembar.

Di atas kereta, aku iseng browsing internet mencari informasi untuk memecahkan masalah tiket kembar itu. Ndilalah, aku menemukan informasi tiket Banyubiru selama Juni 2023 masih dikenakan harga promosi. Harganya Rp 30,000 untuk kelas eksekutif dan Rp 20,000 untuk kelas ekonomi.

"Semprul!" Umpatku dalam hati. Hari kemarinnya, saat aku beli tiket via aplikasi KAI, ternyata dikenakan harga normal Rp 40,000 untuk kelas ekonomi. Bukan harga promosi.

Sistem aplikasi KAI di mesin tiket rupanya membaca data barcode-ku sebagai pembelian tiket promosi dua kali yaitu 2 x Rp 20,000 = Rp 40,000. Maka jadilah aku dicetakkan dua lembar tiket identik.

Hmm, cerdas kalilah kau mesin tiket!

Karena aku membeli tiket untuk empat orang, maka aku membayar total 4 x Rp 40,000 = Rp 160 000. Harusnya dengan harga promosi aku cukup membayar 4 x Rp 20,000 = Rp 80,000.

Jadi? Ya, aku merugi 4 x Rp 20,000 = Rp 80,000, dong. Atau, sekadar menghibur diri, aku telah membeli 4 lembar tiket mubazir senilai total Rp 80,000. 

Yah, itung-itung beramallah pada PT KAI intuk beli gerbong baru -- jangan bekas Jepang dan Korea melulu.

Saat melewati pintu keluar di Stasiun Tawang Semarang, aku menyimpan kedua kepalan tinjuku di dalam saku depan celana jin. 

Kusembunyikan kedua jempol tanganku di saku, agar tak terlihat para petugas KAI. (eFTe)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun