Pukul 12.45 WIB. Banyubiru berhenti di Stasiun Tawang Semarang. Tepat waktu. Satu lagi jempolku untuk KAI.
***
Harus kuakui, walau duduk di kelas ekonomi, perjalanan naik kereta Banyubiru dari Solo ke Semarang sangat menyenangkan, nyaman dan aman. Laju kereta mulus dan stabil menyusur relnya. Â Ruangan gerbong bersih dan dingin berkat kinerja AC yang baik.Â
Pemandangan agroekologis sepanjang koridor rel memang cenderung monoton. Topografi datar dan bergelombang, tanpa gunung. Vegetasi didominasi hutan jati dan sengon.Â
Tapi pemandangan macam  itu bukan masalahlah. Terutama bagi tipe penumpang pelor, nempel molor.
Kalau begitu, kenapa pada judul artikel ini ada frasa "merugi jajal kereta Banyubiru"? Di mana letak ruginya. Nah, itu ada ceritanya.
Begini. Saat mencetak tiket di mesin tiket Stasiun Balapan, aku terheran-heran. Soalnya tiket tercetak ganda. Dua tiket yang sama per orang alias tiket kembar.
Di atas kereta, aku iseng browsing internet mencari informasi untuk memecahkan masalah tiket kembar itu. Ndilalah, aku menemukan informasi tiket Banyubiru selama Juni 2023 masih dikenakan harga promosi. Harganya Rp 30,000 untuk kelas eksekutif dan Rp 20,000 untuk kelas ekonomi.
"Semprul!" Umpatku dalam hati. Hari kemarinnya, saat aku beli tiket via aplikasi KAI, ternyata dikenakan harga normal Rp 40,000 untuk kelas ekonomi. Bukan harga promosi.
Sistem aplikasi KAI di mesin tiket rupanya membaca data barcode-ku sebagai pembelian tiket promosi dua kali yaitu 2 x Rp 20,000 = Rp 40,000. Maka jadilah aku dicetakkan dua lembar tiket identik.
Hmm, cerdas kalilah kau mesin tiket!