Pada momen itulah Garnacho terduduk menunduk di pojok lapangan. Frustasi seketika. Tampak ekspresi wajahnya menangis saat menyeka air mata dengan tangan kanannya.Â
Agaknya perasaan Garnacho kesal dan menyesal campur-aduk. Kesal karena berulang kali gagal melewati Asnawi, pemain bola yang mungkin dia tak pernah pethitungkan sebelumnya. Menyesal karena tak mampu mengendalikan emosinya, sehingga tersulut menekel balik Asnawi yang justru berbuah pelanggaran. Â
Garnacho mungkin ingat dirinya adalah wonderkid yang dielu-elukan pelatih dan pendukung MU di Inggris sana. Tapi di sini, di lapangan sepakbola GBK Jakarta, dia dipecundangi Asnawi, seakan-akan dia cuma pemain sepakbola kelas tarkam. Bagaimana dia tidak sedih dan kecewa, coba.
Tapi Garnacho adalah pemain sportif. Dia segera meminta maaf dengan menyalami Asnawi dan minum air miberal dari botol yang sama. Seusai laga, dia juga mem-follback akun Instagram Asnawi. Itu sebuah penghargaan dan pengakuan darinya untuk Asnawi.
Bukan hanya sportivitas, komitmen Garnacho juga layak diteladan. Kehilangan bola, terjatuh, dia cepat bangkit untuk merebut bola. Dia menolak diving, pura-pura jatuh meringkuk mengaduh meringis memegangi kakinya yang terkesan remuk. Dia adalah fotokopi Messi, selagi masih bisa berdiri, kejar terus bola.
Pertempuran-pertempuran Asnawi versus Garnacho, bagaimanapun, tak hanya layak dikenang. Lebih dari itu, pertempuran-pertempuran itu layak menjadi teladan tentang komitmen, kegigihan, dan sportivitas dalam sepakbola.Â
Selamat untuk Asnawi, salut untuk Garnacho! (eFTe)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H