Sampai saat artikel ini ditulis, belum ada titik terang pelepasan dua pemain Persija, Witan Sulaiman dan Rizky Ridho, ke pemusatan latihan Timnas Indonesia asuhan Shin Tae-yong (STy). Dua pemain itu masih ditahan klubnya.
Padahal masa pertandingan persahabatan FIFA (12-20 Juni 2023) segera tiba. Â Laga lawan Palestina akan berlangsung 14 Juni. Sedangkan tanding lawan Argentina tanggal 19 Juni.Â
Pelatih Timnas, STy sangat gusar dan geram dengan penahan dua pemain Persija itu. Skedul dan program persiapannya tidak saja terganggu, tapi juga menjadi tidak optimal. Latihan peningkatan fisik, teknik, dan mental, serta pembekalan visi dan strategi permainan tidak bisa dijalankan sesuai rencana.
Alasan penahanan dua pemain itu menurut Thomas Doll, pelatih Persija, karena keduanya baru bergabung dengan klub selepas SEA Games 2023. Â Keduanya harus menyesuaikan diri dulu dengan klub. Selain fisiknya juga harus dipulihkan. Kata Doll, lebih baik dua pemain itu latihan di klubnya dulu. Itu mengingat Liga 1 2023/2024 akan mulai bergulir pada 1 Juli mendatang.
Sebenarnya bukan hanya pemain Persija yang belum bergabung ke Timnas.  Tiga pemain PSM Makasar juga belum. Tapi itu karena terhambat oleh kewajiban PSM untuk laga play-off Liga Champion Asia  melawan Bali United pada 10 Juni 2023. Alasan serupa berlaku untuk sejumlah pemain naturalisasi dan pemain lokal yang bermain di klub luar negeri.
Persija sendiri tak punya jadwal pertandingan wajib. Sehingga tak ada alasan mendasar untuk menahan pemainnya. Kecuali bahwa pelatih Persija lebih mendahukukan kepentingan klubnya ketimbang kepentingan nasional. Â
Bagi Persija mungkin lebih penting menjadi juara Liga 1 ketimbang mendukung Timnas Indonesia untuk memenangi laga versus Palwstina dan terutama Argentina. Barangkali Thomas Doll berpikir tak perlu serius-serius amatlah. Tanpa atau dengan Witan dan Rizky, Indonesia pasti kalah besar dari Palestina dan, terlebih, dari Argentina.
Jika benar Thomas Doll punya pikiran semacam itu, maka penolakannya untuk segera mrlepas dua pemain Persija mengandung sekurangnya tiga masalah.
Pertama, Doll mendahulukan kepentingan klub (lokal) ketimbang kepentingan PSSI (nasional). Padahal, sepanjang suatu klub berada di bawah naungan PSSI, semestinya dia mengutamakan kepentingan nasional. Doll dengan demikian tak perduli soal nasionalisme Indonesia. Â
Kedua, dengan mengatakan dua pemainnya lebih baik latihan di klub berarti Doll meragukan kapasitas STy sebagai pelatih Timnas. Doll menilai dirinya lebih mampu dibanding STy untuk urusan meningkatkan kebugaran fisik, kemampuan teknis, dan mentalitas pemain sepakbola.