Pada suatu malam Minggu, aku dan empat orang teman sepantaran menumpang truk bak terbuka ke Desa Jangga Dolok. Kira-kira 10 km jauhnya ke selatan Panatapan, kampungku di Toba.
Intensi kami mendampingi seorang teman, sebut saja namanya Jonggi, martandang ke rumah seorang gadis di Jangga Dolok. Sesampai di sana, kami putuskan untuk minum miras dulu, agar Si Jonggi punya keberanian berhadapan dengan gadis pujaannya itu.Â
Tapi sial, Si Jonggi itu rupanya tipe lelaki dengan syaraf otak kelewat halus. Baru minum setengah gelas anggur kolesom, sudah tenggen dia, limbung dan mulai kacau omongannya. Â Katanya dia bukan mau martandang, tapi mau langsung melamar gadis pujaannya itu.
"Bah, sudah mabuk dia. Kacau nanti itu. Sudah, kita pulang saja," usulku pada teman-teman. Semua setuju, kecuali Si Jonggi yang sudah menenggak habis sisa anggurnya.
Lalu kami hentikan lagi truk bak terbuka. Si Jonggi kami lemparkan ke atas bak truk, seperti melemparkan seekor babi yang akan dijual ke pasar. Sepanjang jalan pulang, Si Jonggi berteriak-teriak protes. Masa bodolah.
Tiba kembali di Panatapan, Si Jonggi masih meracau. Minta dikawinkan. Lha, lulus SMA saja belum. Kerjaan tak punya. Lagian gadis pujaannya itu belum tentu mau, kan.
Karena dia tak mau diam, kami mampir lagi ke kedai. Pesan anggur kolesom lagi. Minum lagi, sampai Si Jonggi tergeletak mabuk di teritisan kedai, setelah mengosongkan gelas keduanya malam itu.
Begitulah. Kami menggunakan miras untuk membungkam mulut Si Jonggi. Itu pilihan terbaik. Sebab mustahil memukul rahangnya sampai semaput tanpa risiko giginya rontok atau goyah.Â
Besok paginya, Si Jonggi sudah waras. Kami ketemu lagi di gereja memuliakan nama Tuhan. Tak ada lagi omongan dia mau kawin dengan gadis pujaannya. Dia malah khusuk berdoa di depan patung Bunda Maria. Â
***
Bagiku dan teman-teman sekampung dulu, minum miras itu sarana pergaulan sekaligus kontrol diri. Kontrol diri agar tak sampai mabuk. Sebab kalau sudah mabuk, tak ada lagilah itu pergaulan. Macam mana pula bicara dengan orang mabuk bisa dibilang bergaul.