Pucuk dicinta ulam tiba. Tak hanya dijadikan abdi dalem. Dia juga dinikahkan dengan salah seorang selir pangeran itu. Lalu diberi tanah magersari seluas 2,500 m2 di sebelah utara kraton. Tepatnya di bantaran selatan Kali Pepe. Sekarang diapit Kali Pepe/Jalan Wentar di utara dan Jalan Saharjo di selatan.
Kemudian hari, tanah magersari itu diwariskan merata kepada empat anak lelakinya. Seiring perjalanan waktu, keturunan dari tiga anak menjual tanah itu kepada pendatang. Sekarang, hanya keturunan dari seorang anak yang masih bertahan di situ.
Gang kecil itu menjadi semacam demarkasi sosial di Kebalen. Blok sebelah timur gang adalah hunian orang kaya. Rumah-rumah di situ besar-besar. Semua menghadap ke selatan, ke Jalan Saharjo. Bagian belakangnya berbatasan langsung dengan Jalan Wentar/Kali Pepe.Â
Sementara blok di barat gang itu adalah pemukiman warga kebanyakan. Â Tergolong pemukiman padat dengan ukuran rumah dari kecil sampai sedang.
Begitulah sejarah sosial sebuah gang hunian di Kebalen.
***
Kutemukan langkahku sudah menapak pangkal gang di Jalan Wentar.  Dari situ  ada tiga pilihan. Ke kiri menuju Kusumoyudan. Atau ke kanan menuju Jalan Arifin. Atau, pilihan yang mungkin bisa viral, terjun bebas ke dasar Kali Pepe.
Tapi untunglah aku bukan seorang Tiktoker. Sehingga aku masih cukup waras untuk tak terjun ke Kali Pepe.
Aku pilih belok kanan, menapaki Jalan Wentar ke arah Jalan Arifin di timur. Sebelah kanan jalan adalah belakang rumah-rumah besar yang mukanya menghadap Jalan Saharjo di selatan. Sebelah kiri jalan adalah pedestarian conblock yang menyusur badan Kali Pepe.Â
Pedestarian yang teduh oleh pohon-pohon penaung itu tampak asri. Â Di bawah pohon-pohon itu pemerintah kota menyediakan bangku-bangku besi untuk tempat leyeh-leyeh.
Siapa saja boleh duduk-duduk di situ. Warga Kebalen atau pengunjung. Juga para abang becak. Mereka ini memarkir becaknya di pedestarian itu. Â