Saat kamu merasa dibohongi oleh orang yang tak berbohong, itu tandanya kamu suka dibohongi. -Felix Tani
Seorang rekan peneliti bertanya via WAG, mengapa pada saat Lebaran banyak terjadi pembohongan publik.Â
Dia memberi contoh memperjelas maksud pertanyaannya. Saat silaturahim tuan rumah menyajikan biskuit kalengan Khong Guan, ternyata isinya rengginang atau rempeyek. Atau menyajikan wafer kalengan Nissin, ternyata isinya kacang goreng atau biji ketapang.
Begitulah peneliti. Â Tugasnya bertanya. Yang menjawab responden. Â Yang dapat kum untuk kenaikan pangkat, ya, peneliti. Â Nasib responden? Emang gue pikirin?
Lantas seorang rekan perempuan, guru agama, memberi jawaban yang  gak menjawab. Katanya, "Aku rapopo, aku malah suka dibohongi."
Ah, rekan itu memang cocok kalilah menjadi guru agama. Â Suka bikin daftar kebohongan murid saat mengajar di kelas. Memang tabiat murid suka berbohong dan tabiat guru agama suka mendengar dan menghukumnya.
Ini tidak ada hubungannya dengan gender perempuan yang katanya suka dibohongi laki-laki, ya. Â Itu hoaks pendunguan kaum laki.Â
Saya beri ilustrasi, ya.Â
Sepasang kekasih berboncengan naik sepeda di jalan menanjak di Wonogiri. Â "Capek, ya, Mas?" tanya sang gadis dari boncengan. "Ah, gaklah, Dik," jawab sang jaka berbohong, padahal nafasnya sudah nyaris putus. "Ah, kamu memang kuat, Mas," kata sang gadis sambil merangkul pinggang sang jaka dari belakang. Sang jaka tersanjung dan, dungunya, dia percaya dirinya kuat. Kuat dari Hongkong?
Kalau bukan karena dibohongi perempuan, lelaki tak akan pernah merasa kuat. Sadarlah, wahai para manusia dikotil.
Maaf, ini sudah terlalu jauh ngelantur. Pertanyaan A jawabnya Z. Logical fallacy tingkat Luciferiana.
Begini, kembali ke pertanyaan awal. Mengapa saat Lebaran banyak orang berbohong soal sajian kue-kue.
Jawabannya, karena saat Lebaran orang tak berpuasa lagi.
Lho, emangnya kalau gak puasa boleh bohong?
Baca ulang kalimat di atas. Saya cuma bilang "katena saat Lebaran orang tak berpuasa lagi". Jangan kebiasaan suudzon kamu itu.
Begini. Orang bikin rengginang, kacang goreng, biji ketapang, rempeyek, opak, kue bawang, dan lain-lain itu di minggu terakhir bulan puasa. Nah, saat Lebaran tiba, barulah disajikan.
Baiklah. Tapi kenapa harus diisikan ke dalam kaleng biskuit. Itu kan pembohongam namanya?
Hei! Kalau liurmu ngebet banget biskuit, beli sendiri sana. Gak usah pake nuduh orang bohong segala. Â Emang mau diisikan di kaleng sedekah? Makan sedekah kamu itu.
Sudah sebulan puasa menahan diri gak berburuk sangka, eh, pas tiba Lebaran mulai lagi berburuk sangka.
Awakmu kapan tobat?
Ingat kata orang Jawa. Ben akhire ora kecewa, dewe kudu ngerti kapan wektune berharap lan kapan wektune kudu mandeg.Â
Jaka Sembung bawa golok, gak nyambung emang gue goblok. (eFTe)
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H