Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Filosofi Bahu Pijakan dan Pikiran Terbuka dalam Praksis Pendidikan

12 April 2023   08:23 Diperbarui: 14 April 2023   14:31 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu, sewaktu masih mengajar mahasiswa, seorang senior menyitir Ki Hadjar Dewantara untuk menasihatiku dan teman-teman junior. Katanya, pengajar itu harus menjadi panutan di depan, penyemangat di tengah, dan pendorong di belakang.

Berat sekali, pikirku. Sudah harus mengemban tridharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat), mesti mengamalkan trilogi pendidikan pula (panutan, penyemangat, dan pendorong).

Seorang pengajar harus punya kualifikasi manusia super, kalau tuntutannya begitu. Apakah itu tak berlebihan? Bagaimanapun, pengajar hanyalah manusia biasa.

Tapi begitulah. Sekitar sepuluh tahun pertama saya mengajar dengan berpedoman pada trilogi "panutan-penyemangat-pendorong" itu. Dan jujur saja, saya tak pernah yakin telah mengamalkannya dengan selayaknya.

Padahal, sadar diri sebagai manusia biasa, saya sudah mempersempit wilayah pengamalan trilogi itu pada bidang pendidikan sains saja. Bagaimana agar saya bisa menjadi panutan, penyemangat, dan pendorong mahasiswa dalam penguasaan sains.

Masalahnya ada dalam diriku sendiri. Sebagai orang Batak totok, sungguh tak mudah bagiku untuk mencerna filosofi budaya Jawa "ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani" (Ki Hadjar Dewantara). Budaya Batak tak punya filosofi yang sejajar dengan itu.

Beruntung, karena mengampu mata kuliah Filsafat Ilmu dan Metodologi Riset Kualitatif, saya harus membaca buku P.B. Medawar (Nasihat untuk Ilmuwan Muda, Jakarta: YOI, 1990) dan buku S.J. Taylor dan R. Bogdan (Introduction to Qualitative Research Methods (John Wiley & Sons, 1984). 

Ada frasa-frasa yang menarik pada dua buku itu yang kemudian menjadi filosofiku dalam pendidikan, sebagai ganti trilogi pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara. Frasa-frasa itu adalah "menyediakan bahu sebagai pijakan" (Medawar) dan "kepala kosong tapi pikiran terbuka" (Taylor & Bogdan).

Filosofi Bahu Pijakan 

Saat membicarakan interaksi antara ilmuwan tua dan ilmuwan muda, Medawar memberi nasihat begini. Ilmuwan tua menyediakan bahu sebagai pijakan bagi ilmuwan muda agar bisa melihat lebih jauh ke depan.

Diterapkan di dunia pendidikan, nasihat itu bermakna bahwa seorang pendidik wajib membagikan sains kepada para peserta didik untuk meluaskan cakrawala pemikiran mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun