Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Anakmu yang Bermasalah Kenapa Anakku yang Kau Marahi

10 April 2023   06:49 Diperbarui: 10 April 2023   13:57 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Poltak meradang.

(Maksudnya naik darah, bukan kena radang. Yah, begitulah dia. Orang lain sudah naik pesawat, dia cuma bisa naik darah.)

Istri tunggalnya, Berta, melapor bahwa anak gadis mereka Tiur baru saja dimarahi seorang ibu tua di gereja di sebuah kota di Jawa Tengah. 

Poltak memang mendorong Tiur untuk merantau sejauh kemampuan ongkos. Prinsipnya kuliah itu mesti merantau. Jadi bisa dapat dua ilmu sekaligus. Ilmu-pengetahuan dari kuliah; ilmu-hidup dari merantau.

Sebab tak guna juga kamu kuliah tapi cuma rebahan di rumah saja. Apalagi kalau kerjanya cuma baca Kompasiana.

Bakalan apa, coba. Kompasiana itu kan banyak omong kosongnya. Coba baca artikel kompasianer Katedrarajawen. Semua omong kosong, kan?

"Kok bisa!" tanya Poltak dengan suara meninggi (makanya pakai tanda seru "!").

Berceritalah Berta dengan sabar.

Waktu ikut Kamis Putih di gereja, Tiur rupanya duduk di samping seorang ibu tua. Saat menunggu Misa dimulai, ibu itu tanya kenapa sendirian. Karena berada di dalam gereja, Tiur menjawab jujur, dong. Dia bilang keluarganya di Jakarta.

(Catatan: Saat Tri Hari Suci Paskah orang Katolik lazim hadir di gereja dua jam sebelum Misa dimulai karena takut ditinggal pergi oleh bangku. Makanya umat bisa ngobrol dulu atau main hape.)

Nah, itulah pangkalnya. "Kenapa gak pulang, nak. Kamu mestinya pulang.  Orang Katolik itu kalau Paskah harus kumpul dalam keluarga."

Padahal Tiur itu dilarang pulang oleh Poltak dan Berta. Soalnya sebentar lagi kan libur Lebaran. Masa Paskah pulang, terus Lebaran pulang lagi.  Itu sih bukan merantau namanya, tapi pulang-pergi.

"Jangan kayak anak-anak ibu. Disuruh pulang saat Paskah pada gak mau. Ibu jadinya sendirian begini!" Ibu tua itu, agaknya sudah menjanda, curcol full emosi.

"Oh, gitu. Lha, yang masalah kan di anak dia. Kenapa anak kita yang dimarahi?" Poltak meradang, gak bisa terima.

"Lho, anak ibu itu kan gak pulang. Jadi dia gak bisa marahin anaknyalah," jawab Berta, logis.

"Oh, iya  juga, ya." Poltak mahfum atau sebenarnya mungkin mendadak dungu.

"Hitung-hitung anak kita mengorbankan dirilah. Demi ketenteraman hati ibu tua itu sebelum Misa. Kan sesuai dengan semangat Paskah juga. Berkorban demi kebaikan sesama."

Poltak manggut-manggut.  Takjub atas ucapan Berta, istrinya yang cerdas.

Poltak teringat pada Frans yang marah-marah lantaran istrinya dimarahi atasannya di kantor.

"Aku aja, Bang, gak pernah marahin istriku!" protesnya meradang pada Poltak. Seolah-olah Poltak itu atasan istrinya.

"Ya iyalah. Biasanya kan kamu yang dimarahin istrimu," jawab Poltak kalem.

Ya, memang begitu hukumnya. Di dalam tubuh istri yang marah, terdapat jiwa yang cerdas.

Jadi, para suami, jika kamu tak pernah dimarahi istrimu maka kamu perlu meragukan kecerdasannya. Atau kamu yang teramat tak cerdas, sehingga percuma juga istrimu marah-marah. (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun