Grafis pada badan pesawat berwarna dasar putih itu sungguh eksotis. Tampak komposisi empat orang perempuan Batak sedang duduk menenun ulos dengan latar-belakang Danau Toba. Komposisi itu diperindah dengan aksen merah kembang rias, kecombrang.
Begitulah tampakan livery baru pesawat  Air Asia Indonesia (AAI) sejak tanggal 17 Februari 2023 yang lalu. Livery, grafis badan pesawat, itu mengantikan livery lama yang didominasi warna merah dengan aksen putih di moncong dan ekor. Â
Livery baru pesawat AAI itu adalah hasil kerjasama AAI dengan Toba Tenun, BUMN Injourney, dan Badan Pengelola Otorita Danau Toba (BPODT). Disain livery dikreasi oleh Toba Tenun untuk kemudian dieksekusi oleh AAI.
Peluncuran livery baru itu menjelang gelaran F1H2O PowerBoat di Balige, 24-26 Februari 2023 semacam blessing in disguise. Sejatinya poyek livery itu sudah disepakati tahun 2020. Tapi pelaksanaannya ditangguhkan karena AAI menunda realisasi rute penerbangan ke Bandara Internasional Silangit, Humbang Hasundutan terkait pandemi Covid-19.Â
Realisasinya barulah di akhir tahun lalu. Menyusul penerbangan perdana Air Asia ke Silangit pada 2 September 2022.
Karena koinsidensi itu, bila hari-hari ini Air Asia terbang ke Silangit dengan livery "Perempuan Tenun di Danau Toba", maka terasakan ada pancaran sinergi dengan gelaran F1H2O di teluk Balige, pantai terselatan Danau Toba.Â
Itulah sinergi promosi Danau Toba dan budaya Batak sebagai destinasi wisata kelas dunia ke mancanegara. Sebuah sinergi yang cantik, bukan?
***
Dibanding livery lama pesawat AAI yang mencitrakan maskulinitas, livery baru ini mengesankan feminitas. Tampak indah (beauty), lembut (tenderly), dan tenteram (serenity).
Itulah citra agung perempuan, baik dalam arti manusia sesungguhnya maupun daam arti simbolik bumi sebagai ibu. Perempuan di situ dilihat sebagai citra nurture (pemeliharaan) dan nature (alam).
Menakjubkan. Tapi menjadi masuk akal bila diingat sosok di balik livery baru itu adalah dua orang perempuan Batak kelas dunia. Mereka adalah Kerri na Basaria Panjaitan, socio-preneur pendiri Toba Tenun dan Veranita Yosephine Sinaga, Direktur Utama AAI.
Kedua perempuan visioner itu punya motif yang sama untuk memasarkan alam Danau Toba dan budaya Batak ke seluruh dunia. Kecintaan pada Tanah Batak dan kegairahan untuk meningkatkan ekonomi orang Batak lewat jalur wisata alam dan budaya. Harapannya Danau Toba sebagai sebuah ekosistem akan menjadi destinasi wisata kelas dunia.
Maka terwujudlah livery "Perempuan Tenun di Danau Toba" itu sebagai hasil elaborasi tema Lake Toba & Beyond. Â Suatu livery yang cerdas.
Dikatakan cerdas karena  pemilihan empat sosok perempuan tenun di tepi Danau Toba itu sungguh mencerminkan nilai-nilai keindahan (beauty), kelembutan (tenderly), dan ketenteraman (serenity) sekaligus. Bukan saja pada Danau Toba dan budaya Batak, tapi juga pada maskapai AAI itu sendiri.
Kesan yang ditimbulkan, pesawat Air Asia itu menyajikan keindahan di udara, kelembutan dalam layanan, dan ketenteraman sepanjang penerbangan. Seperti bayi dalam gendonfan ibunya.
Pilihan empat sosok perempuan tenun ulos pada livery itu tentulah bersifat subyektif. Sebab selaku pelestari tenun ulos tua, pengembang motif baru, dan penguat para perempuan tenun ulos di Tanah Batak, sudah pasti Kerri mengedepankan ulos sebagai ikon wisata budaya di kawasan Danau Toba.Â
Tapi, sekalipun subyektif, pilihan itu relevan. Pilihan Kerri pada ulos ragi hotang, ragidup, dan tumtuman, seperti dikenakan empat perempuan tenun itu meringkaskan nilai-nilai hidup kebatakan.Â
Pertama, ikatan cinta kasih sebagaimana dilambangkan ulos ragi hotang. Hotang, rotan, adalah alat pengikat yang kuat. Ulos ini lazim diselimutkan pada pasangan pengantin baru.
Dua, kehidupan yang indah sebagaimana dilambangkan ulos ragidup yang motifnya rumit tapi indah dan hidup. Setiap kelyarga Batak pasti punya ragidup. Ulos ini lazim diselimutkan hula-hula (orangtua mempelai perempuan) kepada boru (orangtua mempelai laki-laki) sebagai simbol pemberian berkat, agar hidupnya indah, berhasil, dan bahagia.
Tumtuman sendiri lazim digunakan sebagai sortali, ikat kepala. Selain untuk melindungi kepala dari panas dan hujan, sortali itu mencerminkan hatongamon, kewibawaan.Â
Pilihan tiga jenis ulos itu -- ragi hotang, ragidup, da tumtumsn -- jelas menunjuk pada ikatan cinta-kasih dan berkah Tuhan sebagai basis kehidupan yang indah, sukses, bahagia, dan wibawa.  Kembang rias merah menguatkan keelokan hidup semacam itu.
Itulah kesempurnaan hidup menurut budaya Batak. Seperti disimbolkan kesempurnaan ulos sebagai hasil kerja perempuan tenun parpitu lili, pengguna tujuh lidi tenun, penenun dengan keahlian tertinggi.Â
Motif ulos itu, semisal ragidup, sangatlah rumit. Tapi perempuan tenun parpitu lili dapat menenunnya secara presisif. Sehingga motif ulos terlihat rapih dan indah.
Barangkali nilai presisi, ketepatan, itu layak disematkan juga pada maskapai Air Asia. Penumpang mengharapkan penerbangan yang presisif. Mulai dari presisi waktu, layanan kru di darat dan udara, Â sampai pada kinerja pesawat.
Empat perempuan tenun itu mencerminkan suhi ni ampang na opat, empat sudut dasar bakul, kesempurnaan struktur sosial Batak. Tiga unsur Dalihan na Tolu yaitu hula-hula (pemberi istri),  dongan tubu (kerabat segaris darah), dan boru (penerima istri). Ditambah unsut keempat yaitu raja, tetua kampung.
Relasi empat unsur itu diatur oleh sistem nilai berikut: somba (hormat) marhula-hula, manat (santun) mardongan tubu, elek (kasih) marboru, pantun (patuh) marraja.Â
Sistem nilai itu adalah modal sosial yang menyokong pembentukan harmoni dalam kehidupan sosial Batak. Tidak saja dalam relasi internal Batak, tetapi juga dengan orang luar, pendatang semacam wisatawan.
Adat Batak menempatkan pendatang, wisatawan, sebagai boru. Dengan begitu, wisatawan bagi orang Batak sejatinya adalah pihak yang wajib dielek, disayang atau dikasihi.
Kehidupan harmonis Batak yang didasari kasih itu kemudian berkoevolusi dengan alam Danau Toba. Orang Batak memperindah kawasan Danau Toba lewat pemeliharaan dan pengembangan alam buatan seperti sawah berundak di kembah-lembah sekeliling danau. Lingkungan danau juga nemperindah kehidupan orang Batak dengan menyediakan sumber-sumber hidup.
Hendak dikatakan di sini bahwa livery Air Asia itu mengabarkan, kepada dunia, keindahan ekosistem Danau Toba sebagai hasil komunikasi antara nature dan nurture, alam dan budaya.
Ringkasnya Danau Toba itu diperindah budaya Batak, dan budaya Batak itu diperindah Danau Toba. Â Hasilnya adalah keindahan, kelembutan, dan ketenteraman khas Danau Toba dan masyarakat Batak.
***
Livery "Perempuan Tenun di Danau Toba" pada armada AAI itu, bagaimanapun, adalah sebuah undangan spesial bagi setiap orang di luar Danau Toba dan Batak untuk datang ke sana.Â
Lalu tinggal di situ mereguk sajian keindahan, kelembutan, dan ketenteraman dari alam Danau Toba dan budaya Batak. Untuk kemudian boleh pulang ke rumah dengan semangat baru, energi baru, dan visi baru menuju hidup yang lebih bermakna.
Orang Batak di bona pasogit, kampung halaman, Â kiranya perlu berterimakasih kepada AAI, Toba Tenun, Injourney, dan BPODT yang telah memasarkan wisata alam Danau Toba dan budaya Batak yang elok ke mancanegara.
Jika upaya pemasaran itu berhasil mendatangkan banyak wisatawan ke Danau Toba, ingatlah, mereka adalah boru yang harus dielek, dikasihi.Â
Dengan begitu, akan berlaku umpasa, petitih Batak yang mengatakan: Â Ai durung do boru, tomburan hula-hula, molo mamora boru, birsak ma hu hulahula. --Boru adalah tangguk, hula-hula piring saji. Jika boru kaya, maka akan terpercik ke hula-hula. Â
Baiklah tulisan ini ditutup dengan sebuah umpasa Batak lagi. Sahat-sahat ni solu, sai sahat ma hu bontean. Sahat leleng hita mangolu, sai sahat ma hu panggabean.  --Berlayar jauh perahu, akhirnya berlabuh di darmaga. Panjang usia hidup kita, semoga dikaruniai kebahagiaan.
Ima tutu. -- Jadilah seperti itu. (eFTe)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H