Situ Cipondoh, Tangerang. Baru tahu keindahan tersembunyi pada danau ini. Hikmah dari sesat di jalan.
Bukan ke danau itu tujuanku tadi pagi. Tapi ke satu kantor yayasan sosial di Cipondoh, Tangerang.Â
Ndilalah, kantor itu rupanya berada di tepi danau. Tapi pada sisi lain yang agak tersembunyi.Â
Kutemukan setelah sesat sana sesat sini dan tanya sana tanya sini. Bukan karena Google Map andalanku tak akurat. Tapi karena kantor itu baru pindah ke sana dan tetangganya belum tahu.
Tapi sudahlah. Blessing in disguise.Â
Lazimnya orang menikmati danau ini dari sisi depan. Maksudku dari Jalan Kyai Hasyim Ashari, akses utama ke danau seluas 126 hektar ini.
Di sisi depan itu sudah ada fasilitas rekreasi air. Seperti perahu dan sepeda air. Juga warung makanan dan minuman. Bayar tiket Rp 2,000 (anak-anak) atau Rp 5,000 (dewasa) untuk masuk ke situ.
Karena tersesat ke sisi "belakang" danau, maka saya mendapat pemandangan yang agak lain. Pemandangan apa adanya.
Sisi itu relung pemancing lokal. "Ada mujair, nila, gabus, lele, dan ikan mas." Jawab seorang pemancing saat kutanya jenis ikan di danau itu.
Aku menikmati pemandangan di sana. Aku bagikan di bawah ini, ya.
Sejatinya danau Situ Cipondoh itu adalah karunia oase di tengah kota Tangerang. Karunia yang mestinya disyukuri dengan menata dan menjaga kebersihannya.
Di sisi danau tempatku tersesat, tampak hamparan eceng gondok mulai menjajah perairan.Â
Jika pembuangan limbah organik ke sungai dan selokan tak dikendalikan, dan populasi eceng gondok tak dikendalikan, niscaya oase Tangerang ini akan hilang tertutup karpet eceng gondok.Â
Jadi ada baiknya bila Pemerintah Kota Tangerang, serta komunitas-komunitas madani setempat, Â bisa lebih serius melestarikan oase kota ini.
Mengapa, misalnya, tak menjadikan Tangerang sebagai kota berporos danau Cipondoh?(eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H