Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Sensus Pertanian 2023, Satu Data untuk Pembangunan Pertanian Nasional

2 Desember 2022   17:06 Diperbarui: 4 Desember 2022   07:10 1461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Informasi stategis yang dihasilkan ST 2023 (Screen shot paparan Kadarmanto, Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan)

Dari segi politik pembangunan, Sensus Pertanian (ST) 2023 – sensus sepuluh-tahunan ketujuh terhitung sejak ST 1963 -- memiliki dua nilai strategis.

Pertama, ST 2023 dilakukan dalam konteks penegakan kebijakan Satu Data Indonesia (Perpres 39/2019).  Untuk perencanaan strategi,  kebijakan, dan program pembangunan pertanian, sudah ditetapkan data BPS sebagai satu-satunya rujukan resmi.

Kebijakan Satu Data itu akan menjamin konsistensi atau keserasian perencanaan antar instansti terkait pembangunan pertanian. Khususnya Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian PPN/Bappenas.

Dengan demikian tidak akan ada lagi, misalnya, silang-sengkarut perbedaan data luas lahan pertanian, produktivitas/produksi pangan, dan persediaan pangan antar kementerian.

Kedua, kegiatan lapangan ST 2023 akan dilaksanakan bulan Mei 2023 dan hasil serta tafsirnya akan tersedia tahun 2024.  Itu artinya kabinet baru RI yang akan terbentuk tahun 2024 dapat memanfaatkan langsung data itu sebagai acuan perencanaan pembangunan pertanian nasional lima tahun ke depan.

Dua nilai strategis itu tersimpul dari talk show  “Kick Off Publisitas Sensus Pertanian 2023” pada Selasa, 29 November 2022 yang lalu di Swiss-Bellhotel Mangga Besar, Jakarta. Hadir sebagai narasumber Kadarmanto (Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan BPS), Bustanul Arifin (Ketua Forum Masyarakat Statistik), dan Iqbal Habibi (Duta Petani Milenial). Acara dibuka dengan keynote speech dari M. Habibullah, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS.

Hal-Hal Baru pada ST 2023

ST 2023 dirancang berstandar internasional. Variabel-variabelnya secara keseluruhan mengacu pada program World Programme for Cencus of Agriculture (WCA) dari FAO. Dengan begitu hasil ST 2023 menjadi kompatibel untuk keperluan komparasi dengan negara-negara lain yang juga mengadopsi WCA.

Secara garis besar ST 2023 akan mengumpulkan enam gugus data pertanian Indonesia. Dua gugus pertama, seperti pada ST 2013, adalah data pokok struktur pertanian nasional dan data petani gurem. Tapi lebih luas dari ST 2013, data pokok pertanian  pada ST 2023 mencakup juga antara lain petani milenial dan pertanian urban.

Empat gugus lainnya merupkan hal baru yaitu data petani pangan skala kecil, indikator SDG’s Pertanian,  geospasial statistik pertanian, dan manajemen pertanian.

Petani pangan skala kecil, sesuai standar FAO, adalah petani yang berada pada kelompok 40 persen terbawah dari distribusi ukuran fisik (aset) pertanian.  Juga berada pada 40 persen terbawah dari distribusi pendapatan.

Data petani pangan skala kecil itu penting. Karena menjadi dasar untuk analisis ketahanan pangan dan gizi, kehidupan pedesaan yang berkelanjutan, dan produksi pangan global.

Indikator SDG’s Pertanian yang dicakup dalam ST 2023 adalah indikator terpilih dari dua tujuan. Tujuan nomor 2, Tanpa Kelaparan (Zero Hunger) dan, nomor 5 Kesetaraan Gender (Gender Equity).  

Dari tujuan Tanpa Kelaparan, diambil tiga indikator. Pertama, volume produksi per unit tenaga kerja menurut kelas usaha. Kedua, rerata pendapatan produsen makanan petani skala kecil. Ketiga, proporsi lahan pertanian dengan pengelolaan di bawah kriteria produktif dan pertanian berkelanjutan.

Sementara dari tujuan Kesetaraan Gender dipilih dua indikator. Pertama, persentase penduduk dengan kepemilikan/keterjaminan ha katas lahan pertanian berdasar gender. Kedua, komposisi perempuan sebagai pengelola atau pemegang haak tas lahan pertanian.

Data geospasial yang dikumpulkan ST 2023 mencakup titik bujur/lintang dan lokasi lahan berdasar jenis penggunaannya. Berdasar itu dapat dipetakan sebaran rumahtangga/unit usaha pertanian dan lahan pertanian. Sekaligus data itu menjadu dasar untuk menghitung luas baku lahan pertanian.

Khusus data manajemen pertanian, ST 2023 akan mengumpulkan antara lain data kelembagaan serta adopsi teknologi informasi dan komunikasi. Kaitannya antara lain dengan adopsi teknologi pertanian cerdas (smart farming) oleh petani.

Produk Strategis ST 2023 dan Sedikit Catatan

Secara garis besar, di atas  sudah dipaparkan enam gugus data pertanian Indonesia yang akan dihasilkan  ST 2023.  Dari data itu dapat dihasilkan sejumlah informasi strategis pertanian nasional, mencakup data dan analisis (tafsir),  seperti pada grafis di bawah ini.

Informasi stategis yang dihasilkan ST 2023 (Screen shot paparan Kadarmanto, Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan)
Informasi stategis yang dihasilkan ST 2023 (Screen shot paparan Kadarmanto, Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan)

Merujuk pada informasi tersebut, pemerintah dapat menyusun kebijakan strategis pembangunan pertanian nasional secara lebih akurat.  Semisal kebijakan modernisasi pertanian, regenerasi petani, pengendalian konversi lahan pertanian, pengelolaan irigasi dan kesehatan lahan, kesejahteraan petani khususnya petani gurem, bantuan benih dan pupuk, dan ketahanan/kedaulatan pangan.

Terkait informasi strategis tersebut ada sedikitnya dua catatan.  

Pertama,  secara khusus perlu untuk menaruh perhatian lebih pada lapisan petani gurem.  Petani yang menguasai lahan di bawah 0.5 hektar.  

Pertanyaan strategisnya, jika data/informasi Sensus Pertanian dimaksudkan sebagai dasar kebijakan peningkatan kesejahteraan petani, lantas mengapa jumlah rumahtangga petani gurem meningkat dari masa ke masa?

ST 2013 mencatat jumlah petani gurem sebanyak 14.25 juta rumahtangga. Lalu hasil survei antar sensus pertanian (Sutas) tahun 2018 mencatat kenaikan menjadi  15.80 juta rumahtangga (11 persen).  Diperkirakan ST 2023 akan menghasilkan data yang menunjukkan peningkatan jumlah petani gurem.

Kondisi seperti itu mengesankan Sensus Pertanian sebagai gejala elitis.  Data pertanian tersedia dan hanya dikuasai elit pengambil keputusan pembangunan dan saintis di perguruan tinggi dan lembaga riset. Tapi tidak memberikan manfaat signifikan untuk lapisan petani gurem di pedesaan.

Kedua, secara khusus juga perlu menaruh perhatian pada benih pertanian, khususnya benih tanaman pangan.  Hal itu mengingat fungsi benih sebagai penentu utama produktivitas pertanian.

Pertanyaan strategisnya, sejauh mana tingkat adopsi benih bersertifikat oleh petani? Membanding antara petani gurem, sedang, dan besar.

ST 2023 hanya memberi perhatian secara khusus pada adopsi benih rekayasa genetik (transgenik).  Bisa dipastikan adopsinya di Indonesia saat ini sangat tidak signifikan.  

Lebih relevan untuk mengumpulkan data pengunaan benih bersertifikat dan non-sertifikat, serta benih non-hibrida (hibrida) dan hibrida.  Informasi ini sangat dibutuhkan sebagai dasar perencanaan modernisasi pertanian untuk meningkatkan produktivitas/produksi, sebagai solusi ketahanan dan keanekaragaman pangan nasional.

Wasanakata

Sukses ST 2023 akan sangat ditentukan peranserta terbuka dari semua stakeholder. Bukan saja hanya dari BPS sebagai pelaksana sensus. Tapi terutama dari para pelaku usaha pertanian sebagai sumber data.  

Pelaku usaha pertanian yang akan disensus mencakup tiga kategori.  Pengusaha pertanian perorangan (petani), pengusaha pertanian berbadan hukum (korporasi), dan pengusaha pertanian lainnya. 

Khusus kelompok korporasi (termasuk koperasi) tampaknya perlu sosialisasi khusus dari BPS.  Mengingat adanya kemungkinan kendala kerahasiaan data bisnis pada korporasi.  Walaupun ST 2023 memiliki landasan hukum yang bersifat imperatif (UU No. 16/1997 tentang Statistik), kiranya diperlukan komunikasi khusus antara BPS dan korporasi pertanian (swasta, BUMN, koperasi) untuk menyamakan persepsi dan komitmen.

Bagaimanapun, hasil ST 2023 akan menjadi dasar tunggal untuk perencanaan pembangunan pertanian (agribisnis) dalam sepuluh tahun ke depannya.  Karena itu setiap stakeholder, pendata dan sumber data, wajib memberi dukungan dengan integritas tinggi.

Salam ST 2023: "Mencatat Pertanian Indonesia untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani." (eFTe).

*Penulis hadir sebagai undangan dalam Kick Off Publisitas ST 2023 di Jakarta tanggal 29 November 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun