Pertanyaan strategisnya, jika data/informasi Sensus Pertanian dimaksudkan sebagai dasar kebijakan peningkatan kesejahteraan petani, lantas mengapa jumlah rumahtangga petani gurem meningkat dari masa ke masa?
ST 2013 mencatat jumlah petani gurem sebanyak 14.25 juta rumahtangga. Lalu hasil survei antar sensus pertanian (Sutas) tahun 2018 mencatat kenaikan menjadi  15.80 juta rumahtangga (11 persen).  Diperkirakan ST 2023 akan menghasilkan data yang menunjukkan peningkatan jumlah petani gurem.
Kondisi seperti itu mengesankan Sensus Pertanian sebagai gejala elitis. Â Data pertanian tersedia dan hanya dikuasai elit pengambil keputusan pembangunan dan saintis di perguruan tinggi dan lembaga riset. Tapi tidak memberikan manfaat signifikan untuk lapisan petani gurem di pedesaan.
Kedua, secara khusus juga perlu menaruh perhatian pada benih pertanian, khususnya benih tanaman pangan. Â Hal itu mengingat fungsi benih sebagai penentu utama produktivitas pertanian.
Pertanyaan strategisnya, sejauh mana tingkat adopsi benih bersertifikat oleh petani? Membanding antara petani gurem, sedang, dan besar.
ST 2023 hanya memberi perhatian secara khusus pada adopsi benih rekayasa genetik (transgenik). Â Bisa dipastikan adopsinya di Indonesia saat ini sangat tidak signifikan. Â
Lebih relevan untuk mengumpulkan data pengunaan benih bersertifikat dan non-sertifikat, serta benih non-hibrida (hibrida) dan hibrida. Â Informasi ini sangat dibutuhkan sebagai dasar perencanaan modernisasi pertanian untuk meningkatkan produktivitas/produksi, sebagai solusi ketahanan dan keanekaragaman pangan nasional.
Wasanakata
Sukses ST 2023 akan sangat ditentukan peranserta terbuka dari semua stakeholder. Bukan saja hanya dari BPS sebagai pelaksana sensus. Tapi terutama dari para pelaku usaha pertanian sebagai sumber data. Â
Pelaku usaha pertanian yang akan disensus mencakup tiga kategori. Â Pengusaha pertanian perorangan (petani), pengusaha pertanian berbadan hukum (korporasi), dan pengusaha pertanian lainnya.Â
Khusus kelompok korporasi (termasuk koperasi) tampaknya perlu sosialisasi khusus dari BPS. Â Mengingat adanya kemungkinan kendala kerahasiaan data bisnis pada korporasi. Â Walaupun ST 2023 memiliki landasan hukum yang bersifat imperatif (UU No. 16/1997 tentang Statistik), kiranya diperlukan komunikasi khusus antara BPS dan korporasi pertanian (swasta, BUMN, koperasi) untuk menyamakan persepsi dan komitmen.
Bagaimanapun, hasil ST 2023 akan menjadi dasar tunggal untuk perencanaan pembangunan pertanian (agribisnis) dalam sepuluh tahun ke depannya. Â Karena itu setiap stakeholder, pendata dan sumber data, wajib memberi dukungan dengan integritas tinggi.