"Fix no debat!" kata Porhangir Jepe Jepe, kompasianer termalas nulis panjang. Padahal  beda panjang dan pendek cuma satu huruf.
Baiklah. Mari kita bersukaria atas revolusi tadi. Itu revolusi dari atas, dari elit penguasa Kompasiana. Kalau Admin sudi disebut penguasa, ya.
Sampai di sini adalah berita gembira.
Berita duka, nanti 3 Desember 2022 di ajang Kompasianival. Â Tepatnya di Bentara Budaya, Jakarta.
Itu konsekuensi dari sistem penentuan the best yang bersifat tertutup. Tidak ada yang tahu berapa jumlah nama calon yang diusulkan kompasianer untuk tiap kategori. Tidak ada yang tahu berapa jumlah pengusul untuk masing-masing (dari 30) nomine. Tidak ada pula yang tahu berapa jumlah vote untuk masing-masing nomine.
Jadi? Ya, karena serba tertutup, bisalah dikatakan penentu mutlak the best pada akhirnya adalah Admin. Dengan justifikasi vote tadi.
Atau begini saja, deh. Kita jadinya tak pernah tahu apakah tirani mayoritas (vote kompasianer) yang berlaku, atau tirani minoriras (keputusan Admin)?
Hari-hari ini kita menyaksikan artikulasi harapan di Kompasiana. Ada ucapan-ucapan selamat untuk para nomine. Ada artikel-artikrl confession dari para nomine. Dan artikel-artikel para nomine yang menjadi kerap HL.
Singkatnya ada harapan bersemi dalam hati para nomine. Harapan untuk menjadi the best. Sekecil apapun itu. Atau senyaring apapun mereka mengatakan "Ah, aku gak berharaplah."
Kenyataan itu  akan terbukakan pada 3 Desember 2022 di Bentara Budaya. Pada hari itu di sana akan diumumkan nama enam orang the best, seorang tiap kategori.
Lalu selebihnya, 24 orang nomine akan menelan rasa kecewa sebagai orang yang dikalahkan oleh tirani. Â Entah itu tirani mayoritas atau minoritas.