Ketika bola sepenuhnya dikuasai pemain Inggris dalam lima menit pertama pertandingan, menjadi jelas laga versus Iran di Stadion Internasional Khalifa tadi malam (21/11/2022) hanya akan menjadi semacam latih tanding.Â
Dan itulah yang terjadi pada laga pertama Grup B itu. Iran terlihat seperti sedang latih-tanding melawan Inggris. Seperti sedang mencicipi atmosfir Liga Inggris yang keras, lugas, cepat, dan tepat.
Hal itu tercermin jelas pada statistik pertandingan. Membanding Ingris dan Iran, penguasaan bola 79% : 21%, Â operan 796 : 214, akurasi operan 90% : 66%, tembakan ke gawang 7 : 3.
Proses tak mengkhianati hasil. Skor 6-2 untuk Inggris. Atau 3-0 di babak pertama.
Inggris mengajari Iran cara bermain sepakbola yang benar, indah tapi produktif. Itulah sepakbola yang mengalirkan bola secara cepat dan tepat dari kaki ke kaki, baik saat bertahan maupun saat menyerang.Â
Dengan cara itu, Ingris telah menciptakan ekosistem pertandingan untuk kemenangannya sendiri.Â
Iran, dalam ekosistem bentukan Inggris itu, tampak menjadi semacam ikan sapu-sapu yang hanya bisa bertahan di dasar kali. Benar-benar total bertahan. Sesekali saja naik ke atas.
Begitulah. Keenam gol Inggris diciptakan Bellingham (35'), Saka (43', 62'), Sterling (45+1'), Rashford (71'), dan Garlish (90') dalam sebuah ekosistem yang dirajainya. Ekosistem yang mendukung Inggris menjalankan serangan dan pertahanan secara masif, sistematis, dan terstruktur.Â
Sedemikian merajanya Inggris dalam ekosistem pertandingan, sehingga terkesan terciptanya gol bagi Tim Tiga Singa itu hanya soal sabda. Â "Jika kukatakan gol, maka gollah!"Â
Maka saat Bellingham, Saka, Sterling, Maguire, Kane, dan Rashford berlari cepat megalirkan bola ke daerah gawang Iran, dengan dukungan Trippier dan Shaw, kita berpikir akan terjadi gol. Dan itulah yang terjadi.
Saat skor 4-0, Inggris agaknya merasa cukuplah sudah. Permainan mereka agak melonggar. Kesempatan itu dimanfaatkan iran untuk naik ke atas. Maka terjadilah gol indah Taremi (65'), ujung tombak  Iran yang bermain untuk FC Porto.
Inggris "marah". Iran "dihukum" langsung dengan dua gol tambahan dari Rashford dan Grealish, keduanya pemain pengganti. Hukuman penalti dari VAR, yang dieksekusi Taremi, di akhir injury time kemudian memperkecil kekalahan Iran.
Laga Inggris versus Iran mengajarkan bahwa dalam sepakbola tak ada tembok pertahanan yang tak bisa ditembus. Sekalipun Iran "memarkir bus" di daerah pertahanannya, bola tetap bisa menerobos lewat "kolong dan atap bus".Â
Jadi? Ya, lebih terhormat kalah karena menyerang, ketimbang kalah karena bertahan. Jika ada yang bilang "pertahanan adalah serangan terbaik", maka dia sedang mengumbar mimpi. Permainan bertahan lebih memungkinkan untuk mencetak gol "bunuh diri" ketimbang gol ke gawang lawan.
Bagaimanapun, "latih tanding" tadi malam sangat bermanfaat bagi Iran untuk menata strategi bermain. Iran adalah pembelajar cepat. Pelajaran di babak pertama langsung dipraktekkan di babak kedua. Hasilnya 2 gol.
Iran yang sudah "dilatih" Inggris pasti bukan lawan yang mudah untuk AS dan Wales dalam laga berikutnya. Jika melawan Inggris (ranking 5 dunia FIFA) saja Iran (ranking 20) bisa memasukkan 2 gol, apalagi melawan AS (ranking 16) dan Wales (ranking 19).Â
Sesial-sialnya Iran, jika dilihat dari ranking FIFA, mestinya mampulah dia menahan imbang AS dan Wales.Â
But I have a dream, Iran will defeat US and Wales.
Syaratnya, seperti telah diajarkan Inggris, Iran harus mampu menjadikan ekosistem pertandingan sebagai ekosistemnya sendiri.
Ingat! Ini lapangan sepakbola. Bukan Kali Morkevaart. Berhentilah jadi ikan sapu-sapu. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H