Kedua, mencantumkan batasan (pengertian, definisi) "pakaian daerah" sebagai salah satu butir pada Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum, untuk menghindari penafsiran yang semena-mena oleh Pemerintah Daerah sebagai pelaksana peraturan.
Ketiga, mengatur secara spesifik pada Pasal 4 bahwa "pakaian daerah sekolah" berbeda dari pakaianyang (mungkin) telah ditetapkan sebagai "pakaian daerah" di suatu provinsi.
Keempat, mengatur secara spesifik pada Pasal 9 bahwa model dan corak  "pakaian daerah sekolah" disepakati bersama oleh Pemerintah Daerah, DPRD, dan dewan/tokoh adat semua kelompok etnis di suatu daerah.
Kelima, batasan Pemerintah Daerah pada Butir 8 Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum ditetapkan sebagai Pemerintah Daerah Provinsi, untuk memastikan model "pakaian daerah sekolah" memuat simbol-simbol kebersamaan dalam kemajemukan etnis di suatu daerah.
Saya mengusulkan revisi peraturan seperti di atas karena, seperti sudah dipaparkan di atas, Permendikbudristek Nomor 50/2022 itu berpotensi mensubordinasikan pakaian adat etnis tertentu terhadap pakaian adat etnis lainnya. Â
Selain itu, ia juga berpotensi memberi ruang kepada Pemerintah Daerah untuk mengintervensi otonomi masayarakat adat, sehingga justru merusak simbol-simbol dan nilai-nilai budaya yang tersemat pada pakaian adat asli.
Intinya, Pak Nadiem, Permendikbudristek Nomor 50/2022 itu berpotensi sebagai "instrumen etnosentrisme", pengagungan adat satu etnis tertentu, sehingga perlu direvisi sesuai lima butir usulan di atas. (eFTe)
Acuan:
[1] Peraturan Mendikbudristek Nomor 50/2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
[2] "Daftar Nama Pakaian Adat dari 37 Provinsi di Indonesia", Kompas.com, 18/7/2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H