Tak ada pilihan lain. Poltak naik ke mobilnya lalu melindas kayu bakar itu. Sebagian kayu bakar jadi remuk karena asalnya kayu kaso setengah lapuk.
Setelah peristiwa itu, tetangga tadi tak pernah lagi mengokupasi badan jalan Gang Sapi dengan barang dagangannya. Â Pilihan Poltak untuk konflik terbuka terbukti menjadi solusi efektif.
Kasus okupasi tembok rumah
Ini ulah tetangga belakang rumah. Â Sudah telat saat diketahui.
Tetangga itu diam-diam membangun rumah bedeng untuk anaknya yang baru menikah. Ternyata bangunannya langsung menempel ke tembok dapur rumah Poltak. Dia tidak membangun tembok sendiri.
Hal itu diketahui Poltak saat para tukang sudah memasang atap. Â Pemilik rumah hanya minta maaf dan minta izin saat Poltak meminta dia untuk membangun tembok sendiri. Â Jangan menghaki tembok rumah tetangga.
Tapi nasi sudah menjadi bubur. Â Menyuruh bongkar rumah itu jelas tak manusiawi. Meminta kompensasi nanti malah bikin tetangga merasa penguasa tembok.
Poltak terpaksa harus mengambil sikap akomodatif sebagai solusi.  Dia mengakomodir pemenuhan kepentingan tetangga belakang rumah  pada temboknya. Dengan kesepakatan, tetangga dilarang meningkat rumah bedengnya.Â
Kasus pemeliharaan selokan depan rumah
Poltak membayar seorang tukang sampah khusus untuk mengangkat sampah rumahan dua kali seminggu. Â Sedangkan ketiga tetangganya tadi tergantung pada tukang angkut sampah dari kelurahan yang belum tentu datang sekali sebulan.
Akibatnya, tiga tetangga itu sering membuang sampah rumah tangga ke selokan. Â Pada musim hujan, sampah itu akan terbawa arus air ke Kali Mampang (anak Kali Krukut). Â Tapi pada musim kemarau, sampah akan menumpuk di selokan. Lalu membusuk di situ dan menebar bau yang bikin pening kepala.