Sisingamangaraja XII sendiri tidak menamai religi asli itu sebagai Ugamo Malim.  Tapi Parmalim kemudian hari meninggikan posisinya sebagai sosok Malim Ni Debata Na Pitu Hali Malim, Utusan Suci Dewata yang Tujuh Kali Suci.  Penyebutan angka pitu, tujuh, di situ adalah pengakuan akan kesempurnaan religiositas.
Terdapat silang-pendapat apakah ajaran Ugamo Malim itu diamanatkan Sisingamangaraja XII kepada Guru Somalaing Pardede atau Raja Mulia Naipospos? Â Keduanya adalah parbaringin, pendeta, di wilayah Baligeraja dan Laguboti Toba di masa Perang Batak (1878-1907).Â
Kesimpulan sementara, bisa dikatakan, Guru Somalaing adalah perintis Ugamo Malim sebagai bentuk perlawanan messianistik kepada duet "bedil dan Injil", Pemerintah Kolonial Belanda dan Zending Protestan.Â
Sedangkan Raja Mulia Naipospos adalah tokoh penegak Ugamo Malim sebagai sebuah religi asli Batak yang terlembaga atau terorganisir.
Raja Mulia Naipospos kemudian menjadi Ihutan Bolon, Imam Besar, pertama Ugamo Malim  di Tanah Batak. Atas izin Pemerintah Kolonial Belanda, dia membangun Bale Pasogit Parsantian, rumah ibadah Ugamo Malim di Hutatinggi, Laguboti tahun 1921. Sekaligus menjadikan kampung itu sebagai pusat Ugamo Malim.Â
Suksesi Ihutan Bolon Ugamo Malim berlangsung mengikuti garis patrilineal. Setelah Raja Mulia Naipospos wafat (1956), posisi Ihutan Bolon dipegang  putra tunggalnya, Raja Ungkap Naipospos. Dari Raja Ungkap (meninggal 1981) posisi itu turun kepada putra sulungnya, Raja Marnangkok Naipospos. Lalu dari Raja Marnangkok (meninggal 2016)  turun kepada adiknya, Monang Naipospos (sejak 2017).
Ugamo Malim mengimani Dewata Mulajadi Nabolon sebagai Tuhan Yang Maha Esa, pencipta alam semesta dan segala isinya. Mulajadi Nabolon dipercaya mengejawantah dalam tiga kuasa adikodrati yaitu Batara Guru (kuasa penciptaan, sumber kekuatan), Debata Sori (kuasa pengaturan, sumber kesucian), dan Bala Bulan (kuasa pembaruan, sumber rejeki ).
Di bawah tiga kuasa adikodrati itu, Ugamo Malim juga mengimani tiga dewata  yang "turun ke bumi" yaitu Boru Deakparujar (Bunda Segala Orang Batak), Boru Saniangnaga (dewata penguasa  air), dan Naga Padohaniaji (dewata kesuburan tanah).
Selain itu, Ugamo Malim mengakui sejumlah persona sebagai Malim ni Debata, nabi atau orang suci utusan Mulajadi Na Bolon. Mereka adalah Raja Uti (peletak dasar ajaran Malim), Tuhan Simarimbulubosi (perumus ajaran Malim, penebus umat manusia), Sisingamangaraja (penyebar ajaran Malim), dan Raja Nasiakbagi (pengukuh ajaran Malim).
Raja Nasiakbagi diyakini sebagai inkarnasi Sisingamangara XII yang bisa muncul kapan dan di mana saja dalam sosok "orang melarat". Raja Mulia Naipospos diyakini sebagai murid utama Sisingamangaraja XII atau Raja Nasiakbagi.
Parmalim juga mengakui eksistensi Raja Na Opatpulu Opat yang bersemayam di delapan penjuru mata angin.  Istilah "Opatpulu Opat", empatpuluh empat, di situ adalah lambang Suhi Ni Ampang Naopat (empat sudut bakul) dalam struktur asli masyarakat Batak yaitu hula-hula (pemberi istri, representasi Batara Guru), boru (penerima istri, representasi Bala Bulan), dongan tubu (kerabat sedarah, representasi Debata Sori) dan raja (pemimpin).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!