"Setelah Gereja HKBP dan Katolik  memberi ruang pada Gondang Bolon Batak dalam peribadatan lewat pendekatan inkulturatif, ancaman terhadap eksistensi gondang justru datang dari musik modern."
Dalam artikel terdahulu (Bagian 2), saya sudah paparkan sikap Gereja  HKBP dan Katolik terhadap Gondang Bolon Batak.  Pada mulanya  Gereja mengambil sikap anti-gondang.  Gondang dianggap  bagian dari ritual paganis Batak yaitu  hasipele-beguon, penyembahan para roh. Menurut Gereja hanya ada satu Tuhan yang harus disembah yaitu Tuhan Allah Yang Maha Esa.Â
Tapi kemudian hari  Gereja mulai mengabarkan Injil dengan pendekatan inkulturatif. Pendekatan ini menjadikan budaya setempat sebagai sarana penginjilan. Dengan begitu Gereja, walau secara berhati-hati,  mulai memberi pengakuan pada Gondang Bolon, bagian dari budaya Batak. Gondang kemudian diadopsi  sebagai salah satu bentuk doa puji-syukur kepada Tuhan Allah.Â
Tapi Gereja juga membawa serta musik modern Barat bersamanya, sebagai lagu-lagu sembah, syukur, dan puji kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan cepat orang Batak mengadopsi lagu dan alat musik bertangga-nada diatonis ke dalam khasanah seni budaya. Alat-alat musik seperti gitar, terompet, dan organ/keyboard dengan cepat meluas ke Tanah Batak. Â Kemudian hari begitu juga dengan drum, tam-tam, simbal, dan saksofon.Â
"Invasi" musik modern ke dalam khasanah seni budaya Batak kini menjadi ancaman bagi eksistensi Gondang Bolon. Saya akan coba jelaskan bagaimana hal itu terjadi, dan apa saja dampaknya.Â
Gelombang Invasi Musik Modern
Invasi musik modern ke wilayah seni budaya Batak terjadi dalam tiga gelombang sebagai berikut ini.
Gelombang I: Musik Gerejawi. Bersamaan dengan Kristenisasi sejak akhir 1800-an, musik diatonis Barat menginvasi budaya Batak dalam wujud lagu dan musik gereja. Lagu Natal "Malam Kudus", aslinya berbahasa Jerman, tentu saja paling ikonik. Itu salah satu dari banyak lagu Gereja Barat yang dialih-bahasakan ke dalam  bahasa Batak Toba.Â
Tapi dalam perkembangannya, Gereja mulai nenerapkan pendekatan inkulturasi dalam karya penginjilan. Bersamaan dengan itu, seperti disinggung di atas, musik gondang mulai diadopsi sebagai bagian dari musik gereja.
Gelombang II: Musik Modern. Pada periode Gereja melarang Gondang Bolon dalam liturgi, musik modern dengan instrumen terompet (brass) dan drum (tambur) berkembang sebagai substitusinya.Â
Musik terompet kemudian tampil sebagai pengganti musik gondang. Dalam upacara adat perkawinan dan adat kematian, orang Batak manortor dengan iringan musik terompet dan drum. Hal ini memungkinkan umat gereja yang masih melarang Gondang Batak, yaitu gereja karismatik (Pentakosta), Â ikut manortor.