Uniknya, lagu-lagu yang dimainkan kelompok musik terompet itu didominasi lagu-lagu rakyat dan pop Batak serta lagu-lagu gereja. Sama sekali tidak memainkan repertoar gondang sebagaimana pakemnya. Â
Gelombang III: Â Perpaduan Alat Musik Modern dan Alat Musik Tradisi. Sejak akhir tahun 2000-an muncul varian baru musik pesta yaitu perpaduan alat musik modern dan alat musik gondang. Dari musik modern ada organ, gitar, saksofon, tamtam, simbal, dan drum. Dari musik gondang ada taganing, gordang, hasapi (kecapi), dan sulim (seruling) Batak. Dua alat musik terakhir ini adalah alat utama dalam musik Gondang Hasapi, varian gondang untuk acara adat kecil di dalam rumah.
Dalam musik gabungan ini, sulim memainkan melodi seperti halnya sarune bolon (serunai besar) dalam Gondang Bolon. Dengan begitu, musik ini bisa memainkan repertoar-repertoar asli Gondang Bolon. Selain juga memainkan lagu-lagu rakyat Batak, lagu pop Batak, dan lagu gereja. Biasanya ada juga satu, dua, atau tiga orang vokalisnya.
Musik yang memadukan alat musik modern dan allat musik gondang ini sekarang menjamur. Grup-grup musik itu cenderung menjadi pilihan utama dalam pesta-pesta adat Batak, baik itu di bona pasogit (kampung halaman) maupun di parserahan (perantauan) seperti di kota Medan, Pekanbaru, Batam, dan Jabodetabek. Disamping grup-grup penyanyi trio Batak yang menjadi fenomena tersendiri.
Disrupsi Pasar dan DesakralisasiÂ
Kehadiran grup-grup musik modern Gelombang III itu membawa dampak negatif pada eksistensi Gondang Bolon Batak. Sekurangnya ada dua dampak negatif penting.
Pertama, disrupsi pasar Gondang Bolon. Umumnya orang Batak kini cenderung memilih musik modern sebagai kelengkapan acara-acara adat penting seperti adat perkawinan dan adat kematian. Akibatnya panggilan manggung untuk grup-grup Gondang Bolon semakin jarang. Jika tren ini dibiarkan tanpa solusi, maka eksistensi Gondang Bolon secara pasti akan memudar.Â
Kedua, desakralisasi musik gondang. Grup-grup musik modern memang tetap bisa memainkan repertoar gondang, disamping lagu-lagu rakyat dan pop Batak. Hadirin juga tetap bisa manortor.
Tapi musik gabungan alat modern dan tradisi itu tak akan pernah setara dengan Gondang Bolon karena empat hal berikut ini:
- Adat Gondang Bolon tidak dijalankan. Sebab pemusik tak memenuhi syarat untuk menyandang gelar Raja Na Ualu (Delapan Raja yang memainkan 8 alat musik gondang) atau Pandenami  Panggonsi Namalo (Ahli Gondang yang Mumpuni). Karena itu aturan-aturan adat gondang tak dijalankan sesuai pakem. (Tentang adat gondang ini akan dibahas padas artikel terpisah).
- Status alat musik gondang seperti taganing, gordang, sulim, dan hasapi di situ tak lebih dari instrumen musik biasa. Bukan lagi instrumen musik Gondang Bolon yang sakral, dalam arti menjadi alat bantu untuk memanjatkan doa kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
- Repertoar yang dimainkan tidak lagi murni repertoar Gondang Bolon. Tapi sudah bercampur dengan lagu rakyat/pop Batak (misalnya: Marragam-ragam, Leleng Hupaima. Sengko-sengko) dan lagu gereja.
- Tortor yang dilakukan hadirin tak sepenuhnya lagi sesuai pakem tortor Batak. Gerakannya untuk sebagian malah terlihat mirip joged atau ajojing, sehingga tak lagi bisa disebut tortor, doa dalam gerak. Â
Saya akan berikan contoh gejala desakralisasi gondang. Silahkan saksikan dua video repertoar Sampur Marmeme berikut. Video pertama adalah penampilan grup musik kolaborasi modern dan tradisi Jior Etnik (Kanal Youtube Roland Tobing):