***
Begitulah. Timnas U-20 Indonesia yang berlaga melawan Timnas U-20 Vietnam di kualifikasi Piala Asia U-20 2023 pada hari Minggu (18/09/2022) telah menjadi katup katarsis bagi masyarakat kita.
Pelatih Shin Tae Yong mendadak jadi lebih penting dibanding presiden, Ketua DPR, dan Kapolri. Para pemain Timnas U-20 menjadi lebih penting ketimbang menteri-menteri kabinet.Â
Para penonton tak ingat nama-nama para pejabat itu saat laga sepakbola berlangsung. Tapi mereka hapal betul nama-nama semua pemain.
Masyarakat hanya ingin mendengar kabar baik dari lapangan sepakbola. Tepatnya dari Stadion GBT Surabaya. Kabar baik berupa kemenangan Timnas U-20 Indonesia atas Timnas Vietnam, lawan yang belum terkalahkan.
Kemenangan itulah bukaan katup katarsis sosial bagi masyarakat Indonesia yang sedang tertekan. Kemenangan itu akan menguras energi negatif dalam diri warga masyarakat. Entah itu kemarahan, kekecewaan, kejengkelan, kesedihan, dan bahkan kebencian yang mungkin diarahkan kepada pemerintah.
Jutaan penonton di stadion dan di rumah menumpukan harapan kepada Timnas U-20. Harapan akan katarsis sosial, pelepasan tuntas semua amarah, kesesakan, dan derita akibat kebijakan dan langkah pemerintah yang dinilai menyusahkan.
Grafik emosi pendukung Timnas U-20 menunjuk pada proses katarsis sosial itu. Membubung saat gol a'la Mbappe dari Marcelino; turun saat gol bunuh diri Ferari; anjlok saat gol kedua Vietnam; naik lagi saat gol tandukan a'la Ronaldo dari Ferari; dan membubung lepas ke angkasa saat gol a'la Messi dari Nico/Rabbani.
Bersamaan dengan tiupan peluit pengakhir laga, jutaan penonton Indonesia serentak menguras tandas kesesakan di hati dan benak. Mereka membuangnya keluar diri bersama dengan teriakan dan sorak-sorai histeris (untuk sesuatu yang historis, lolos ke Piala Asia 2023).Â
Jadi sudah selayaknya Shin Tae Yong dan Timnas U-20 menjadi pahlawan bagi masyarakat Indonesia. Pahlawan yang membebaskan masyarakat dari deraan sosio-psikis akibat kebijakan dan tindakan pemerintah yang dirasa menekan.
***