Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kemenangan Timnas U-20 dan Katarsis Sosial

19 September 2022   22:56 Diperbarui: 21 September 2022   05:00 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas U-20 Indonesia merayakan kemenangan atas Tim Vietnam di laga Kualifikasi Piala Asia 2023 (Sumber: PSSI)

Hari-hari ini rakyat Indonesia tak mengharap kabar apapun dari pemerintah.. Entah itu dari eksekutif, judikatif, ataupun legislatif.

Masyarakat kini sedang berada di ambang daya tahan sosio-psikisnya. Kabar kenaikan harga BBM; pembebasan napi korupsi secara berjamaah; pembunuhan Brigadir J yang berubah menjadi kasus pelecehan seksual; perayaan ulang tahun Ketua DPR di Senayan; Bjorka si peretas tertangkap di Madiun jualan es. Semua itu membuat dada warga masyarakat sesak, dan kepala nyaris meledak.

Satu lagi kabar "tak enak" dari pemerintah, mungkin cukuplah untuk mengalirkan massa frustasi ke Senayan atau Istana. Sudah ada yang berteriak di sana. Tapi baru sebatas kelompok-kelompok demonstran yang mengklaim diri wakil rakyat di jalanan.

Untungnya, masyarakat Indonesia terkenal liat. Sudah terlatih menghadapi tekanan sosial sejak era feodalisme lokal dan kolonialisme Belanda. 

Jika masih ada alternatif penyaluran rasa sesak selain konfrontasi dengan penguasa, maka rakyat Indonesia akan mengambil pilihan itu. Hanya jika derita tak tertahankan lagi, maka hanya ada satu pilihan: "Lawan!"

Perlawanan semacam itulah dulu yang mengantar bangsa ini kepada kemerdekaannya dari penjajahan Belanda.

Tapi jika sekarang rakyat hendak melawan penguasa, maka pertanyaannya, "Mau merdeka dari apa?"

Masyarakat kita adalah entitas sosial rasional. Atau sekurangnya berusaha tetap mempertahankan rasionalitasnya. Di tengah gempuran irasionalitas yang menunggang agama dan politik.

Ketimbang melawan penguasa, yang bisa berujung mati konyol, lebih baik mencari katup katarsis sosial -- katup pelepasan emosi-emosi sosial negatif -- di tempat lain.

Dan hari ini, katup katarsis sosial itu bernama sepak bola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun