Coba baca kolom artikel terpopuler di Kompasiana hari-hari ini. Hampir semuanya berceloteh tentang Brigadir Josua vs Irjen Sambo.Â
Adakah sesuatu yang baru? Nyaris tidak ada. Umumnya hanya pengulangan, atau istilah kerennya parafrase, dari berita-berita atau artikel-artikel yang telah terbit di media daring. Entah itu media arus-utama atau arus-samping.Â
Itulah penyakit viralisme. Suatu gejala reproduksi isu yang berlangsung cepat dan ekstensif. Seperti reproduksi Covid-19, cepat dan meluas, dengan sedikit variasi (varian baru).Â
Implikasi viralisme itu, saya cukup baca satu artikel di satu media untuk tahu apa yang telah terjadi. Membaca artikel lain di media lain tidak akan memberi sesuatu yang baru. Hanya pengulangan yang bikin jenuh saja.
Itulah yang sedang terjadi di Kompasiana kini. Penyakit viralisme artikel politip dan politik. Reproduktif, repetitif, dan karena itu redundant.
Barangksli, itulah ironi era I(di)oT. Kita eksis bukan karena produktif, menghasilkan sesuatu yang baru. Tapi eksis karena reproduktif, menggandakan hal lama yang sama.
Tapi ...
Apakah sama sekali tidak ada yang baru di Kompasiana? Tentu saja ada sejumlah kompasianer yang setia hadir dengan artikel-artikel yang genuine, otentik, dan karena itu menyajikan kebaruan (novelty).
Saya tak hendak menyebut nama-nama kompasianer itu. Khawatir hidung mereka jadi bengkak, kalau tak meledak, karena bunggah. Atau, karena kamu memaksa, dengan berat hati saya sebut satu nama saja: Tante Vaksin! Puas?
"Bila sudah jenuh, berhentilah." Itu prinsip penelitian kualitatif. Cilakanya, saya seorang penganut seni penelitian kualitatif. Maka saya tak hendak mengkhianati prinsip itu.
Akhirnya, izinkan saya memajukan Rio Febrian untuk melagukan kejenuhan hatiku pada Kompasiana: