Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #096] Nostalgia Lampet Panas dan Teh Manis di Tanah Jawa

8 Agustus 2022   06:17 Diperbarui: 9 Agustus 2022   14:26 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase foto oleh eFTe (Foto: kompas.com/dok. istimewa)

Nenek Poltak mungkin benar, tapi mungkin juga keliru, soal asal-usul nama Tanah Jawa itu. Ada yang bilang, nama itu merujuk pada sekelompok suku Jawa Hindu. Konon mereka pemukim pertana di sana, dahulu kala.

"Horas, eda!" Nenek Poltak menyapa dari kaki tangga rumah Ompung Purbatua. 

Terdengar langkah kaki bergegas di atas lantai papan. Lalu membuka pintu depan rumah.

"Bah, horas, eda."  Dua orang perempuan namareda, iparan, berpelukan. 

"Bah, ini Poltak, ya. Sudah besar. Tampan pula." Giliran pipi kakan dan kiri Poltak jadi sasaran umma, ciuman, dari Ompung Purbatua boru.

"Horas, namboru." Purbatua muncul  dari belakang rumah. Dia tetbilang tulang, paman untuk Poltak. Poltak terbilang bere, ponakan, untuknya.

"Purba, panggil bapakmu ke kedai. Ajak beremu si Poltak itu."

Pemukiman Ompung Purbatua terdiri dari puluhan rumah yang berbaris saling berhadapan. Di tengah-tengahnya adalah halaman tanah luas. Digunakan sebagai pelataran untuk menjemur gabah. Atau pelataran untuk pesta adat.

Kedai itu ada di bagian belakang barisan rumah, berada di tengah kebun kelapa. Ke situ Poltak dan tulang Purbatua menyusuli Ompung Purbatua.

"Among, namboru dari Toba datang." Purbatua memberitahu.

"Bah, syukurlah. Eh, ada Poltak, pahompuku. Sini, duduk dekat ompung." Ompung Purbatua meraih bahu Poltak lalu mengajaknya duduk di sisinya. "Ei, Amani Hotma, kasi dulu lampet dan teh manis untuk pahompuku ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun