Saya tak hendak bicara sepakbola Pancasilais. Walau kita bisa saja menelisik relevansi butir-butir nilai Pancasila pada permainan sepakbola. Tapi untuk apa? Â Mau bikin penataran P4 khusus insan sepakbola? Lalu kalau tak lulus, maka dilarang main sepakbola?
Gagasan tentang Pancasila itu timbul dalam pikiran karena tetiba ingat sintesis Bung Karno. Â Katanya, kalau lima sila Pancasila itu diperas, maka tinggallah satu nilai utama yaitu gotong-royong. Â
Nah, nilai gotong-royong itu bukan sesuatu yang mengawang. Â Dia membumi, diresapi dan dilakonkan setiap etnis bangsa Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Â
Boleh dikatakan, gotong-royong adalah etos kerja manusia Indonesia. Karena itu ada pepatah "berat sama dipikul ringan sama dijinjing". Juga pepatah "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".
Gotong-royong itu menyatukan perbedaan menjadi satu kekuatan besar. Â Dengan gotong-royong, orang Indonesia mampu memindahkan rumah dan bahkan bukit batu. Itu sudah terjadi, bukan angan-angan.
Perbedaan itu itu adalah "bhinneka". Â Menjadi "tunggal ika" dalam wahana gotong-royong. Â Maka "bhinneka tunggal ika" tanpa semangat gotong-royong adalah kemustahilan.
Lalu apa kaitannya dengan Timnas Garuda Indonesia?
***
Begini. Â Tanpa menjebak diri dalam terminologi "sepakbola pancasilais", suatu tim sepakbola menurut pemahaman saya adalah fakta "(ke)bhinneka(an)". Â Bhinneka tidak saja dalam hal posisi pemain dalam tim, tapi juga dalam hal etnis, ras, agama, dan golongan sosial. Fakta "bhinneka", agar bertransformasi menjadi satu kekuatan besar, haruslah "tunggal ika".
Karena itu, tidak bisa tidak, butuh kehadiran sebuah nilai yang menjadi semangat pemersatu. Â Itulah, dan seharusnya memang demikian, nilai atau semangat gotong-royong.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!