"Arkelogi 6.0 sudah menggali artefak di dunia maya sementara Arkeologi 1-5 masih sibuk di dunia bawah tanah." Â
Sekelompok peneliti arkeologi dari Centre of Human Evolution, University of Human Ecology, Amerika telah menemukan spesies baru manusia (Homo sapiens) di Indonesia.
Hasil penelitian itu telah dipublikasikan baru-baru ini dalam International Journal of Humanity and Civilization (No. XV, 2022, pp. 5-25) dan mendapat respon luas dari kalangan arkeolog, biolog, dan antropolog.
Tim Peneliti yang dipimpin Prof. Barry M. Whyter, PhD itu tergabung dalam Proyek Arkeologi 6.0. Berbeda dengan Arkeologi 1.0 sampai 5.0 yang hanya mengintegrasikan perangkat digital dan internet ke dalam metode riset, Arkeologi 6.0 selangkah lebih maju dengan mengambil Netizen di dunia maya sebagai obyek penelitian.Â
Dalam istilah kelompok peneliti itu, mereka menggali artefak di dunia maya. Untuk keperluan itu mereka menciptakan aplikasi Archeodigger 6.0 sebagai perangkat penggalian artefak digital. Mereka bekerja dalam ruangan, bukan di alam terbuka atau gua-gua seperti lazimnya proyek eskavasi arkeologis.
Secara mengejutkan, penelitian mereka menemukan perbedaan signifikan pada struktur tulang jemari tangan manusia spesies baru itu, dibanding tulang jemari Homo sapiens umumnya. Â
Pada Homo sapiens umumnya, struktur tulang jemari tangan kanan sama dan sebangun dengan jemari tangan kiri.
Tidak demikian pada spesies baru manusia yang mereka temukan. Struktur jemari tangan kanan dan kirinya berbeda sebagai berikut:
- Jemari tangan kanan secara keseluruhan  lebih pendek dibanding tangan kiri.
- Ruas-ruas jemari tangan kanan secara keseluruhan lebih pendek dibanding tangan kiri.
- Buku-buku jemari tangan kanan secara keseluruhan lebih besar dan rapat dibanding tangan kiri.
- Ujung tulang jemari tangan kanan secara keseluruhan lebih tumpul dibanding tangan kiri.
Berdasar hasil analisis fungsi organ tubuh, disimpulkan perbedaan struktur jemari itu terjadi karena intensitas penggunaan jemari tangan kanan jauh lebih tinggi dibanding jemari tangan kiri.Â
Analisis sosio-arkeologis oleh Tim Peneliti kemudian menemukan fakta bahwa manusia spesies baru itu ternyata menggunakan telepon genggam rata-rata 12 jam per hari secara kumulatif.Â
Waktu 12 jam itu mereka gunakan untuk kepo akun-akun para pihak yang sehaluan dan tidak sehaluan dengan mereka. Terhadap akun pihak sehaluan, mereka selalu mengetikkan kata-kata dukungan.Â
Sebaliknya terhadap akun-akun yang tak sehaluan, mereka melakukan perisakan secara ramai-ramai sampai akun itu tumbang. Akun-akun tak sehaluan itu mereka kepoi dan julidi secara spartan, terus-menerus dan tanpa ampun.
Kegiatan kepo yang berlebihan itu menyebabkan penggunaan jemari tangan kanan yang berlebihan juga untuk memencet papan kunci telepon genggam. Â Hal itu diperkirakanmenyebabkan tulang jemari tangan kanan menjadi lebih pendek dan tumpul dibanding jemari tangan kiri.
Karena penyebab pemendekan dan penumpulan jemari tangan kanan itu adalah aktivitas kepo yang berlebihan, maka Tim Peneliti menamai spesies baru itu sebagai Homo kepoensis. Â
Penulis telah meminta konfirmasi tentang penemuan Homo kepoensis itu kepada dua orang arkeolog terkemuka yaitu Prof. Djulianto Susantio dan Prof. Wuri Handoko. Tapi mereka mengaku belum tahu karena belum sempat membaca artikel ini, berhubung masih sibuk mencari fosil Homo julidensis di Gua Hantu. (eFTe)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H