Astaga!
Apa yang ada di benak  Mpok Siti -- sebut saja begitu -- saat bertanya kepada Engkong Felix, "Bapak cari yang berbiji?"
Secara, Engkong itu kan mahluk dikotil, berbiji dua.
Apa jadinya jika mahluk berbiji mencari yang berbiji juga?
Bah, emangnye kite laki apaan, yah.
Pertanyaan absurd dari Mpok Siti itu terlontar saat tadi pagi Engkong membeli semangka di warungnya.
"Ini berbiji gak, Mpok," tanya Engkong, sambil memilih-milih melon ukuran empat kiloan.
Kenapa empat kiloan? Karena duit sisa di kantong Engkong cuma Rp 40,000. Pas.Â
"Enggak," jawabnya. Tapi lalu dilanjut, "Bapak cari yang berbiji?"
Apa, coba, maksudnya bertanya seperti itu.
Itu kan pertanyaan tendensius. Iya gak seh? Tidak baik seperti itu. Apalagi di bulan puasa.
Sebagai dedengkot Gang Sapi, Engkong jelas tersinggung, dong.
"Mpok  punya yang berbiji?" balas Engkong sengit.
"Enggak, Pak."
Baguslah. Mpok Siti bilang gak punya yang berbiji.Â
Engkong bakalan nanya Bang Pi"i, suami Mpok Siti, tukang buah keliling langganan, apakah betul dia tak punya biji.
"Empat kilo satu seprapat ons, Pak." Mpok Siti memberitahu berat semangka.
"Iya. Hitung berapa sepuluhribu dibagi sepuluh dikali satu seprapat."
"Gak usah, Pak. Bayar empatpuluh ribu saja."
Sambil pulang menenteng semangka, Engkong membathin, sebenarnya dia tak perlu sewot, jika saja tidak salah konteks.
Engkong telah meletakkan ujaran "Bapak cari yang berbiji" dalam konteks yang terlalu luas, yaitu mahluk hidup berbiji.
Sementara Mpok Siti berujar dalam konteks sesempit buah semangka -- dan benar, harusnya memang sesempit itulah.
Satu-satunya penjelasan untuk kesalah-pahaman ini adalah fakta Engkong sedang cari bahan untuk nulis artikel di Kompasiana. (eFTe)