Illustrasi 3. Ketika nenek Poltak saur matua, meninggal dunia, acara pemakamannya menggelar gondang Batak. Pihak hula-hula (pemberi istri), dongan tubu (kerabat seleluhur), dan boru (penerima istri) manortor (menari).
Gondang terakhir dalam satu repertoar adalah gondang hasahatan, penutup. Di akhir gondang ini para panortor berteriak "Horas! Horas! Horas!", sambil melambaikan satu ujung ulosnya ke udara.
Teriakan tiga kali horas itu bermakna syukur dan harapan sekaligus. Syukur untuk kondisi seluruh hadirin dalam upacara pemakaman, karena telah mendapat berkah hamoraon, hagabeon, dan hasangapon. Serta harapan agar ke hari depan tiga kebaikan sosial itu boleh berlipat ganda.
Dalam kaitan itu, gondang Batak harus dipahami sebagai ritus penyembahan kepada Mulajadi Na Bolon, Tuhan Maha Pencipta. Sebuah repertoar gondang selalu diawali dengan alu-alu hu Mulajadi Na Bolon, sapaan kepada Tuhan.Â
Lalu disusul gondang mula-mula, sebagai ucapan syukur atas segala ciptaan-Nya. Dan akhirnya, sebagai penutup, gondang hasahatan sebagai doa mohon berkah horas kepada Tuhan.Â
Bisa dikatakan, gondang Batak adalah pemanggungan rasa syukur atas dan harapan akan kebaikan sosial (hamoraon, hagabeon, hasangapon) dari Mulajadi Na Bolon, Tuhan Maha Pencipta, di ruang publik.Â
Beda makna antara syukur dan harapan itu tercermin juga dari pelafalan (homograf) kata horas. Jika penekanan pada suku kata pertama (ho-), maka maknanya syukur. Jika penekanan pada suku kata kedua (-ras), maka maknanya harapan.
Dengan penjelasan di atas, semoga menjadi terang juga alasan saya mengatakan sapaan seperti "Horas pagi" itu salah kaprah. Lebih parah lagi, sapaan semacam itu telah mendangkalkan kalau bukan menghilangkan makna kata horas.Â
Saya sudah tunjukkan, sapaan horas itu bermaknya syukur atas akan harapan akan kenaikan sosial (hamoraon, hagabeon, hasangapon) yang hanya relevan dikenakan pada individu, grup, kelompok, atau entitas sosial. "Hari" atau "waktu" (pagi, siang, sore, malam) bukanlah entitas sosial. Karena itu kepadanya tak dapat dikenakan kata horas.
Ikhwalnya berbeda jika menyebut "Horas, Indonesia!" Indonesia di situ diligat sebagai bangsa, sebagai entitas sosial besar. Karena itu kepadanya relevan diucapkan, "Horas!".Â
Bahkan bisa diintroduksi frasa "Indonesia Horas" untuk meringkaskan frasa cita-cita "masyarakat Indonesia yang aman, damai, adil, dan makmur".