Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pengamen, Penjaja Pistol, dan Manipulasi Mental Konsumen

22 Maret 2022   23:15 Diperbarui: 23 Maret 2022   06:42 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini kamu boleh saja menembak mati semua cicak di rumahmu. Tapi selama rumahmu tetap jorok dan berantakan, besok cicak baru pasti datang lagi. Artinya, pistol penembak cicak bukanlah solusi logis.

Juga bukan solusi etis. Sebab kejorokan rumah yang kamu sengaja adalah undangan untuk cicak. Di mana etikanya kamu menembak mati makluk yang kamu undang datang ke rumah? Hal itu hanya bisa dimengerti bila kamu seorang psikopat.

Untuk Kita Pikirkan

Cerita tentang pengamen dan penjaja pistol itu adalah cerita tentang  kejadian ekonomi yang tak logis dan tak etis. 

Tak logis karena seseorang, atau katakanlah kita,  sejatinya tak butuh nyanyian pengamen di perempatan jalan. Juga tak butuh pistol-pistolan untuk menembak cicak.  

Tak etis karena adanya manipulasi mental. Maksudku,  semacam kekerasan psikis untuk memaksa kita menerima kegiatan mengamen dan menjual pistol penembak cicak sebagai kebenaran. Atau, tepatnya, solusi atas suatu persoalan. 

Sesungguhnya nyanyian pengamen dan pistol-pistolan itu adalah kepalsuan. Tak seharusnya ada karena kita tak membutuhkannya. 

Tapi mental kita telah termanipulasi, sehingga kita menerima itu semya sebagai kebenaran. Kita lalu menyawer pengamen di perempatan jalan untuk lagu yang tak terdengar. Atau membeli  pistol untuk menembak cicak yang bukan musuh.  

Apakah itu semua bukan kesia-siaan?

Jalan pikiran serupa bisa diterapkan pada kasus minyak goreng. Sungguhkah kita memerlukan minyak goreng sawit dalam hidup ini? Atau, lebih realistis, sungguhkah kita memerlukan minyak goreng sebanyak yang biasa kita pakai selama ini?

Tentu perlu pembahasan khusus untuk itu. Tapi tak ada salahnya kita coba menjawab pertanyaan itu untuk diri sendiri. (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun