Tuhan terbawa ke dalam seliter minyak goreng. Seliter yang hilang dari pasar.Â
Ya, Tuhan, kemana perginya minyak goreng," keluh para ibu dan penjaja gorengan.Â
"Demi Tuhan, kami tak menimbunnya," kilah para pedagang.Â
"Tuhan jadi saksi, kami sudah salurkan ke pedagang," tukas para pemilik pabrik.
Nama Tuhan diseru bertalu-talu di rumah, di warung, di toko, di pasar, di gudang, di pabrik, di koran, di televisi, di radio, dan di medsos. Tapi tak seliter minyak goreng pun tampak di depan mata.Â
"Oh, Tuhan, tolonglah kami. Ubahlah air jadi minyak goreng," pinta para ibu dan penjaja gorengan dalam nada harap tanpa asa.Â
"Hei, tuhan telah disalibkan penguasa, dia tak kuasa menolongmu!" sorak para saudagar dan politisi. Â
"Lepaskan tuhan! Lepaskan tuhan! Lepaskan tuhan!" teriak para ibu, penjaja gorengan, saudagar, dan politisi bergemuruh.Â
Maka penguasa melepaskan tuhan dari salibnya.
Lihatlah mujizat itu. Seliter minyak goreng tetiba muncul di depan mata dan tuhan hadir di dalamnya, Â di rupa harga yang membubung tinggi.Â