Menulis humor di Kompasiana adalah jalan kesedihan. -Felix MacKenthir
Kamu pasti tertawa jika melongok kanal humor di Kompasiana. Bukan  karena humor-humor yang kocak. Tapi karena keterbacaan humor ternyata rerata di bawah 100 view. Bahkan banyak di bawah 50 view.
Kamu tertawa karena berpikir orang gila mana sih yang masih setia nulis humor padahal minim pembaca? Sekarang kan era kejayaan "politip n politrik" di Kompasiana.Â
Kompasianer lebih suka tip nganu dan trik gituan ketimbang baca humor yang mungkin lucu. Itu sebabnya iklan di Kompasiana juga dominan tip dan trik dahsyat di ranjang, sulap muka nenek jadi bayi, pembesaran terung dan cabe, dan lain-lain yang sejenis.Â
Eh, pernahkah terpikir olehmu bahwa duit K-Rewards yang kamu nikmati itu sebenarnya bersumber dari iklan-iklan bergenre kamasutraan? Itu mirip-mirip duit hasil bisnis remang-remang, bukan?Â
Kamu mungkin nyindir, Engkong Felix kan bikin humor K-Rewards demi meraup cuan K-Rewards juga. Bener juga sih. Tapi bukan itu yang terpenting.
Hal terpenting yang Engkong hendak sampaikan lewat humor K-Rewards itu adalah miskinnya prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) di Kompasiana. Â
Kasus K-Rewards itu tak mencerminkan adanya akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kemandirian, dan pertanggungjawaban. Seolah Kompasiana ini bukan "Rumah Kita Bersama". Emang bukan kale, ye.
Jadi, menurutmu, tak pantaskah Engkong bersedih sebagai penulis humor yang minim pembaca di Kompasiana yang miskin prinsip-prinsip GCG?Â
Ya, humor telah gagal menyebar-luaskan tawa di Kompasiana. Tak ada yang lebih menyedihkan dari itu bagi penulis humor, sekurangnya bagi Engkong Felix.
Kamu jangan ikut-ikutan sedih, ya. Sebab wajahmu jadi jelek banget kala sedih. Itu lebih menyedihkan lagi. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H