"Ini, ya, Pak. Hasil swab antigen Bapak, negatif," kata petugas itu beberapa menit kemudian. Sambil menunjukkan hasilnya.
"Nah, kita boleh diskusi," kata Dirut. Â Sebab hasil swab antigennya juga negatif. Â
Maka jadilah Dirut dan Engkong Felix gayeng diskusi seputar isu-isu strategis perusahaan. Kata Dirut diskusi itu off the record. Karena itu isinya tak bisa Engkong ceritakan di sini.
Selepas diskusi, Engkong berbagi pesan kepada rekan-rekan di grup perpesanan. Antara lain soal pencolokan dua lubang hidung oleh perempuan petugas swab itu. Â Inilah pangkal keriuhannya.
Seorang teman, kebetulan dokter gigi, Â menilai perempuan petugas swab itu terlalu bernafsu pada kedua lubang hidung Engkong. Eh busyet! Baru tahu kalau perempuan bisa bernafsu lihat lubang hidung lelaki lansia.Â
"Harusnya cukup mencolok satu lubang hidung saja," kata rekan dokter gigi itu. Â
Tapi apa pula dasarnya Engkong percaya pada omongan seorang dokter gigi tentang lubang hidung. Â Lubang hidung itu kan keahlian dokter spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT). Â Dokter gigi tahunya ya gigi, dan lubang di gigi.
Okelah. Tapi mengapa swab antigen perlu pencolokan kedua lubang hidung?Â
"Untuk akurasi sampel," kata perempuan petugas swab tadi, saat hal itu Engkong tanyakan. Â
Alasan yang logis. Memang mungkin saja konsentrasi virus korona lebih tinggi di satu lubang hidung dibanding satunya lagi. Â Atau colokan dacron di salah satu lubang gagal mendapatkan sampel layak tes. Â
Di perjalanan pulang ke rumah, sambil nyetir mobil lansia, pikiran anarkis Engkong mulai kambuh. Soal pencolokan dua lubang hidung itu, mungkin juga ada kaitannya dengan asal-usul virus corona yang menjangkiti. Â