Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Jadilah Penulis Kelas Asongan di Kompasiana

14 Februari 2022   06:46 Diperbarui: 14 Februari 2022   13:14 1969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamu tahu pedagang asongan, bukan? Itu pedagang palugada (apa lu mau gue ada) di traffict light, terminal, pasar tradisional, tempat keramaian, kereta api (tempo dulu) dan lain sebagainya.  

Para pedagang asongan itu disebut juga penjaja cangcimen (kacang, kuaci, dan permen). Julukan itu untuk menunjukkan ke-palugada-annya. 

Sejatinya mereka tak cuma menjajakan cangcimen. Tapi juga rokok, tisu, macis, obat antimabuk, air mineral, obat sakit kepala, obat masuk angin, peniti, jarum dan benang, pulsa, dan silet. 

Serta, ada kalanya,  benda lain yang tak terduga. Semacam kondom dan obat kuwat (mungkin) bikinan Atjeck Roedyh. Mungkin, lho.

Kenapa mata dagangan pengasong itu begitu beragam? Nah, itu namanya mitigasi risiko bisnis, kawan. 

Kalau Pak Asong misalnya cuma jual peniti, dalam sehari mungkin cuma laku beberapa biji. Sebab kancing baju atau ritsleting celana pejalan tak pedot tiap hari, bukan? 

Risikonya, piring terbang yang dipiloti istrinya akan mendarat tepat di jidat Pak Asong, karena pulang menjelang magrib tanpa duit di tangan.

Nah, kalau Pak Asong menjajakan barang palugada, maka ada oportunitas (ini bukan sejenis opor, ya) baginya untuk menjual lebih banyak barang. Sebab dia menyediakan aneka kebutuhan sesaat para pejalan yang beraneka ragam. Kalau gak butuh peniti, mungkin perlu tisu, rokok, permen, atau kondom ketengan, bukan?

Itu namanya mitigasi risiko penjualan cekak. Bisa menghindari peluncuran piring terbang dari dapur ke pintu depan.

Aslinya adalah pola nafkah ganda ala buruhtani desa yang cuma punya tenaga. Nah itu tenaga dipakai untuk melakoni apa saja yang menghasilkan duit. Mulai dari buruh cangkul, buruh tanam, buruh panen, buruh galian, buruh bangunan, kuli angkut, dan lain sebagainya. Itu disebut coping strategy, strategi melewati masa sulit rezeki.  

Model pedagang asongan, atau buruhtani desa, itu bisa diterapkan juga di bidang aktivitas sosionomi lain. Katakanlah di bidang kreasi konten media massa daring dan media sosial (medsos). Disamping kreator konten spesialis, selalu ada konten kreator palugada, penganggit dan pengagih aneka rupa  konten.

Ambil contoh medsos Kompasiana Rumah Kita Bersama (kalo loe merasa ada di mari). Di sini ada sejumlah penulis atau kompasianer palugada. Itu tipe kompasianer yang menulis artikel tentang apa saja (yang loe mau) di kategori apa saja (yang loe demen).  

Kompasianer kelas asongan itu berusaha memenuhi setiap kemungkinan permintaan artikel yang sangat beragam dari pembaca Kompasiana. Pembaca itu khalayak luas. Sehingga variasi permintaan (minat dan kebutuhan) artikel juga sangatlah luas.

Engkong Felix bisa menyebut 10 nama kompasianer yang tergolong kelas asongan. Tapi untuk menghemat waktu (efisiensi) dan ketepatan pemahaman  (efektivitas), Engkong akan sebut nama urutan ke-10 saja: Acek Rudy (bukan Atjeck Roedyh, ya).

Awalnya Acek Rudy itu kompasianer spesialis artikel numerologi. Tapi karena artikel numerologi kalah laris dibanding nomor buntut, maka dia coba diversifikasi menulis artikel kamasutra. 

Tapi artikel kamasutra juga lama-lama seret pasarnya di Kompasiana. Sebab pada akhirnya pembaca sudah tahu isinya sebelum baca, pasti soal variasi dalam permainan lingga-yoni. Mayoritas pembaca sudah praktek sebelum Acek Rudy nenulis. Kalah aktual. (Untuk apa pula baca kalau bisa praktek.)

Sadar akan pasar yang lesu, Acek Rudy datang dengan inovasi strategi penjualan. Nah, itulah strategi palugada. Maka jadilah kini Acek Rudy seorang kompasianer kelas asongan. Dia menulis artikel dengan aneka rupa topik dan kategori. Termasuk menulis konten yang menurutnya puisi, entahlah.

Berhasilkah Acek Rudy? Dengan sangat kesal Engkong harus mengakui keberhasilannya. Terbukti Acek Rudy konsisten berada dalam 10 Besar Peraih K-Rewards dari bulan ke bulan. Artinya, Acek Rudy sukses sebagai kompasianer kelas asongan. Sukses pula mencegah peluncuran piring terbang.

Sebenarnya di urutan ke-11 kompasianer kelas asongan ada nama Felix Tani. Tapi Engkong tak tega membandingnya dengan Acek Rudy karena kalah kelas. Lain hal kalau Acek Rudy urutan 11 dan Felix Tani urutan 12. Engkong bisa bilang mereka berdua sebelas duabelas.

Predikat "kelas asongan" itu bukan untuk merendahkan. Itu menunjuk pada suatu strategi eksistensi yang layak  diterapkan dalam aktivitas di media sosial semacam Kompasiana. 

Bagus jika kamu punya spesialisasi, tapi kamu akan tenggelam di lautan konten jika kehadiranmu tak diketahui khalayak luas di luar spesialisasimu.  Strategi asongan bisa jadi solusi jitu untuk membuat kehadiranmu dilihat lebih banyak orang.

Barangkali menjadi kompasianer kelas asongan tidak membuatmu nyaman. Karena kamu merasa berkhianat pada passion spesialisasimu, ruang nyamanmu. 

Tapi Engkong harus bilang, untuk bisa eksis di dunia ini, kamu harus keluar dari zona nyamanmu. Sebab kamu tak dilahirkan sebagai katak dalam tempurung, bukan? (eFTe)

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun